PAGI BISU WILBUR MUDA 1
pagi ini dalam temaram surya di bumi Serambi Mekah diciumnya tangan ibunda mohon restu
pagi ini dalam temaram surya di bumi Serambi Mekah diciumnya tangan ibunda mohon restu
memburu jejak pedagang kelontong yang tak berkabar lebih dari tiga windu
Wilbur Muda menenteng buntelan sekedar bekal dan catatan barang yang ada di gudang
ditumpangi kereta siapa saja yang menuju perjalan sepanjang Swarnadwipa hingga berujung di ujung timur Jawadwipa
selamat jalan, anaku semata wayang
setelah kau terbelenggu selsilah bisu
setelah pijatan demi pijatan dan sayatan peristiwa
hari ini kau selesaikan tugas mencari jejak samar bapakmu
ya Robb lindungilah perjalanan anakku semata wayang mencari jejak purbanya
terangkanlah jalan dan berikan isyarat yang nyata
selamat jalan anakku
kami di sini semua senatiasa tak lekang doa mengiring langkahmu
hingga kau tenukan jejak yang pasti
pagi ini burung masih tetap berkicau
tapi kerisauan keluarga akan terjawab
WILBUR MUDA MENCARI WILBUR TUA
masa berputar pada edar yang sama dengan jejak bulan dan matahari
masa menimbulkan musim berganti dengan cerita berulang tapi beda tokoh
berpikir tentang masa silam mengingat jejak pedagang kelontong yang hinggap di setiap wilayah bandar dengan gudangnya yang gagah
dijaga perempuan dengan anak lelaki semata wayang di tengarai sebagai Wilbur
Wilbur muda yang juga menjajakan kelontong mulai mencari jejak lelaki terdahulu dengan panggilan sama
setiap rumah ibadah tersinggahi meninggalkan cerita legenda penjaja kelontong mirip dirinya hanya beda usia
setiap lelaki bersorban bercerita tentang makam tanpa nama tanpa nisan pertanda bahwa dia pemeluk kepercayaan rumah ibadah itu
Wilbur muda mencoba membaca peta gudang dan bertemu perempuan penjaga dan juga mengenalkan anak lelaki semata wayang manakala singgah pada kota ramai pedagang
Wilbur muda mulai mengerti kenapa selalu ada gudang kelontong ditunggui perempuan dengan anak lelaki semata wayang sebagaimana dirinya yang juga ditinggal ayah penjaja kelontong gudang dan ibu yang menyayanginya
setiap gudang di kota dengan penjaga perempuan dan anak lelaki semata wayang membisikkan nama Wilbur seperti dirinya setiap saat yang menyebabkan dia menyimpan nama Wilbur dalam kantung bekal tanpa kelihatan setiap wanita penjaga gudang dengan anak lelaki semata wayang walaupun perempuan-perempuan itu seperti terkesima diawalnya kemudian menepis ketermehekannya dengan perbedaan usia diangannya tentang lelaki yang menuju ke timur dengan tongkat kepala naga menjajakan barang kelontong
Wilbur muda mendapati dirinya tentu setengah saudara dengan anak lelaki semata wayang yang senantiasa menemani perempuan penjaga gudang kelontong di setiap kota yang ditemui dalam pengembarannya mencari jejak lelaki ayahnya bernama Wilbur lelaki penjaja kelontong
WILBUR MUDA MENEMUKAN GUDANG KELONTONG TERENOVASI
Wilbur muda telah sampailah pada gudang kelontong tanpa penjaga
gudang kelontong yang baru selesai di pugar
gudang kelontong tanpa aroma jejak pejaja kelontong tua
Wilbur muda mulai bertanya pemilik gudang renovasi
gudang tak terisi barang kelontong
gudang yang sejenis gudang milik ibunya
gudang kelontong mirip gudang yang dijaga perempuan dengan anak lelaki semata wayang
Wilbur mencoba mencari pemilik gudang
pemilik gudang merenovasi untuk menyimpan barang yang akan segera dikirim
pemilik gudang itu perempuan muda seusianya
perempuan itu berdagang apa saja yang dihasilkan tanah Nusantara
dikirim ke berbagai negeri termasuk negeri Cina dan yang terjauh Tanduk Benua
Wilbur menemui perempuan muda seusianya menanyakan pemilik sebelumnya
pemiliknya telah pindah ke lain kota
kata berita seorang penjaja kelontong tua yang kemudian meninggal di kamar penginapan jenazahnya dikuburkan tetua desa dan lelaki bersorban di halaman belakang rumah ibadah di dekat alun-alun kota
Wilbur berjanji akan menemui kembali perempuan muda usia pemilik gudang seusai mendapatkan pusara penjaja kelontong tua
lelaki bersorban yang ditemui pertama menggeleng tanda tidak mengenal dan paham
penjaga kuburan itu lelaki renta dengan sakit encok yang menahun hanya memberi tanda sudah puluhan tahun yang lalu
Wilbur muda menemui jalan buntu berita kabar informasi pusara tua tanpa nama, sedang catatan yang dibuat lelaki bersorban dulu telah pudar musnah dimakan musim
Wilbur muda berjalan kembali menyusuri kota dengan harapan menemui perempuan seusianya
BERMULA DARI SERAMBI MEKAH NUSANTARA
sekembali Wilbur Muda dari perjalanan menyusuri jejak moyangnya
segera ditemuinya imam masjid untuk menyatakan kesediaan menuju tanah suci Mekah
menggenapi syariat Islam yang ke lima menjadi tamu di tanah haram
berbekal keyakinan yang dimiliki sejak kecil dan bersama ibunya mempersiapkan
lahir batin dan segenap kekuatan serta mohon pamit para handai taulan juga tetangga
menitipkan rumah, gudang serta beberapa keluarga yang masih tinggal di sekitar pergudangan
Wilbur membelitkan baju ihram tanpa jahitan dan menenteng bawaan mengandeng ibu mengikut barisan
menuju perut kapal yang siap angkat jangkar dan menuju tanah suci tempat umat Islam berhaji
tak lupa dia memesan kerabatnya jika ada seseorang muda lain bernama Wilbur menanyakan tongkat naga
supaya tongkat bersepuh emas itu diserahkan dengan harapan menyambung rasa persaudaraan
Wilbur menenggok selintas tanah rencong yang telah dimaknai sebagai tanah tumpah darah
ibunya melambaikan tangan pada kerabatnya yang menyemut di tepian pagar dermaga
kapal bersuit keras dan menggoyangkan tubuhnya meloncati ombak demi ombak menuju laut lepas
dalam hitungan dupuluhlima hari kapal menyusuri tepian tanah berbagai bangsa dan bahasakadang singgah di dermaga mengisi bahan bakar maupun air tawar
tak lupa juga barang hasil bumi selain beras penambah bekal penumpang
tak henti-hentinya mereka melantunkan: labbaika allahhumma labbaik, labbaikka la syarikalaka labbaik, inalhamda wanni’mata laka walmulka la syarikalak
BERMULA DARI SERAMBI MEKAH NUSANTARA
sekembali Wilbur Muda dari perjalanan menyusuri jejak moyangnya
segera ditemuinya imam masjid untuk menyatakan kesediaan menuju tanah suci Mekah
menggenapi syariat Islam yang ke lima menjadi tamu di tanah haram
berbekal keyakinan yang dimiliki sejak kecil dan bersama ibunya mempersiapkan
lahir batin dan segenap kekuatan serta mohon pamit para handai taulan juga tetangga
menitipkan rumah, gudang serta beberapa keluarga yang masih tinggal di sekitar pergudangan
Wilbur membelitkan baju ihram tanpa jahitan dan menenteng bawaan mengandeng ibu mengikut barisan
menuju perut kapal yang siap angkat jangkar dan menuju tanah suci tempat umat Islam berhaji
tak lupa dia memesan kerabatnya jika ada seseorang muda lain bernama Wilbur menanyakan tongkat naga
supaya tongkat bersepuh emas itu diserahkan dengan harapan menyambung rasa persaudaraan
Wilbur menenggok selintas tanah rencong yang telah dimaknai sebagai tanah tumpah darah
ibunya melambaikan tangan pada kerabatnya yang menyemut di tepian pagar dermaga
kapal bersuit keras dan menggoyangkan tubuhnya meloncati ombak demi ombak menuju laut lepas
KAPAL MERAPAT DI DERMAGA JEDDAH
dengan mengucap syukur para penziarah rombongan haji asal Serambi Mekah Nusantara sujud mencium bumi
berbaris rapi menuju sebuah pemondokan sementara untuk merapikan pakaian ihram
makan secukupnya dan bersiap dengan buntelan bekal menuju kendaraan darat selanjutnya
tak reda mulutnya bergumam nama sang khalik teriakan syukur pujian atas kemegahan dan keperkasaanNya
ada sebagian yang menggunakan onta ataupun kereta kuda bahkan menyemut ribuan pejalan kaki
menuju tanah haram Mekah Al Mukaromah dengan tujuan satu menunaikan rukun Islam ke lima
dermaga segera sunyi dan kapal segera bertolak menjemput jemahaan yang lain di bibir pantai Nusantara
Wilbur Muda tersuruk melangkah bersama jemaah lain sambil mengandeng erat tangan ibunya melangkah guyuh
bibirnya tak lekang dengan ucapan kalimah toyibah dan sang ibu menimpali dengan suara lirih kalimat-kalimat suci
yang dihapal sejak gadis sebelum ketemu penjaja barang keontong menganugrahi anak semata wayang serta gudang
Wilbur Muda menatap lautan padang pasir yang tak berbatas
pandangannya makin mantap dengan gerakan ritmis dan kemikan doa bersama penziarah
bermacam warna kulit bangsa dan bahasa hanya termaknai satu kata
mengagungkan nama ilahi menyeru namaNya dan menyukuri nikmatNya
barisan itu tak lelah-lelahnya berjalan rapi menuju kabah
tak lepas kata salam terucap manakala bersua jemaah manca negara
bersama berderap menuju keridhoan sang maha pengauasa alam
Wilbur Muda semakin kukuh menjejakkan langkahnya
catatan itu disimpan di museum dengan dilengkapi ruang pendingin dan kaca anti peluru takut-takut para pemburu naskah kuno pelegenda penjaja kelontong merampok paksa bersenjata otomatik modern
kepercayaan sementara khalayak naskah lontar kuno pernah dipakai membungkus gorengan di kesibukan kota yang riuh memburu warna kehidupan fana
WILBUR MUDA DI MIQOT
dengan runduk tawaduk Wilbur Muda sujud rata bumi Allah
berpasrah diri bersama jamaah Serambi Mekah Nusantara
juga ibu terkasihnya berdiri dalam barisan shaf peremuan
bersama melangkah menuju kabah melengkapi rukun Islam
sepanjang jalan pasir jutaan kafilah merayap medengungkan asmaNya
lautan pasir berjejak kaki kuda, unta, dan manusia
dicatat malaikat dari langit dengan puja puji ilahiah
alam semesta memayungi penziarah dengan segumpal awan
sekelompok demi sekelompok sambil diselingi cerita pengalaman
juga melihat yang menajubkan yang tak termaknai
berbaring di tenda sepanjang malam seusai makan malam
ada juga yang terus berjalan dan sesegera mungkin menemui baitullah
Wilbur Muda ngungun memnyaksikan keajaiban laksaan manusia
semua berihram putih bersih berkemik doa suci
bergerak rapi pasti menuju titik yang sama
menyerahkan diri tanpa menghitung untung rugi
MIQOT
lepaskan pakaian dunia yang berjahit
selesaikan kebersihan diri dengan mandi
sampirkan lembaran wujud kain kafan sebagai ihram
tegakan sholat dua rakaat dengan niat berangkat
lengkapi dengan rasa tunduk menjauhi larangan yang membatalkan haji
di titik ini bermula menuju kepastian yang hakiki kita yakini
WILBUR MUDA MENATAP KABAH
dari pintu timur setelah berdesakan dengan jemaah seribu negara Wilbur Muda tiba di pelataran masjid
pintu masjd yang terbuka tetap menyembunyikan batu hitam kabah di ceruknya
leher Wilbur Muda yang berusaha dijulurkan tetap gagal mencari sosok batu hitam itu
pada tangga turunan ke tiga pandangan Wilbur Muda terhalang semutan manusia
yang berjalan beriring melingkar searah sambil melantunan kalimat toyyibah
Wilbur Muda seperti tersedot putaran angin puting beliung
mata Wilbur Muda basah merabun menatap batu kotak hitam berselimutan kain hitam
ribuan orang dengan rata-rata berkain ihram putih-putih dengan tekun memutari bangunan kotak hitam
sukma Wilbur Muda terasa terjerembah dalam tangga akhir pelataran marmer
dengan menyeru kebesaran asma Allah bersama rombongan jemaah Serambi Mekah Nusantara
Wilbur Muda mulai melangkah menjalankan tawaf selamat datang
WILBUR MUDA DI KOTA MEKAH
kota Mekah sepertinya tidak tidur dengan guyuran lelampuan di jalanan
toko-toko yang tidak menutup pintunya selama waktu haji
bahkan tetap melompong ketika pemilik menunaikan sholat fardu lima kali sehari
pedagang kaki lima yang dengan sigap menggelar dagangan dan menggulungnya
manakala laskar keamanan melintas mengawasi kondisi keamanan wilayah menertibkan keriuhan
rumah makan menawarkan beragam makanan baik lokal maupun manca negara
tak heran wisata kuliner para penziarah haji dapat terpenuhi seleranya selama 24 jam
ratusan bahkan ribuan manusia cacat kumuh yang tentunya bukan bangsa Arab
di jalanan memamerkan kedekilan dan kefakiran untuk menerima sekedar real yang lusuh sekalipun
bagai burung-burung merpati yang berkerumun ditebar biji-bijian kemudian melesat terbang takut tergilas kaki jamaah
Wilbur Muda berjalan menyusur jalanan yang sibuk dari masjid hingga rumah penginapan
sesekali melonggok pedagang kaki lima yang menawarkan sorban, tasbih, kudung maupun sajadah
sesekali menatap jendela restoran yang menyiapkan segala macam rasa
Wilbur Muda juga tak lupa menyisihkan realnya bagi yang menadahkan tangan cacatnya di jalanan
sering bercakap-cakap dengan para penziarah dari negara manca dengan bahasa tarzan
Wilbur Muda tenggelam dalam keriuhan kota Mekah yang bertaburan cahaya
menunggu saat hari Arofah dan melempar jumrah di Mina
Wilbur Muda makin terhisap dalam kekhusukan perjalanan spiritual rohani hajinya
WILBUR MUDA MENATAP HUJAN DI TANAH HARAM MEKAH
cuaca memang mewartakan akan hadirnya hujan lebat mengguyur tanah haram
satu-satu tetesan air melesap pada tanah berpasir yang makin lama makin jenuh
mulailah air menggenang mengalir ke wilayah landai ditandai dengan warna kelam
hujan jatuh dengan lebat setelah matahari membakar menjadikan kesejukan bagi para penziarah
dari jendela kamar penginapan Wilbur Muda mencoba menghitung jumlah titik hujan yang menempel di kaca
seperti tangisan gadis dan ibundanya saat menatap kepergian suami menunaikan ibadah haji
hujan masih bernyanyi dengan nada arabik yang langgam
orang-orang menatap ngungun tak menyangka di padang pasir ada hujan
bahkan mereka yang berihram mengelilingi kabah bertawaf makin bersemangat
juga saat rakaat terakhir sholat magrib terguyur hujan hingga pias kening tertempel lantai marmer
pelataran masjid maupun di sekeliling batu hitam yang megah
hujan terus menyajikan simponi yang jarang ditemui para penziarah
seperti puji-pujian suci atas kekuasaan sang khalik yang disyukuri tanpa henti
tak ada bibir yang terkunci mengucap makna kata: subhanallah
DI AROFAH WILBUR MUDA TAFAKUR
aku sudah tidak muda lagi sebetulnya walau masih bergelar Wilbur Muda
kepala empat sudah kumasuki tanpa gangguan pada organ tubuh
ibuku selalu memberiku makanan yang jauh dari tambahan rasa instant
ibuku walau menjelang delapan puluh masih belum memerlukan tongkat
dengan kemikan doanya diselesaikan semua ibadah umrah lebih dari satu kali
subuh belum tumbuh kami berdua anak dan ibu berserta kenalan baru menuju masjid terluar tanah haram
dengan membayar uang sewa lima real kami diantar pulang balik kembal ke Masjidil Haram
putaran demi putaran tawaf serta lari-lari kecil sai mengingatkan pada Nabi Ismail yang menunggu air
air itu jadi sumur zam-zam yang sekarang melimpah ruah untuk jemaah
tepat tengah hari kami menuju kemah di padang Arofah untuk bermalam semalam bersembah pada yang maha kuasa
mengingat segala yang terlewat dan mengharap yang terbaik yang menjelang
kami dibangunkan tengah malam untuk bersama sholat hajat dan tasbih
kami mendirikan shaf-shaf yang rapi dengan mulut penuh kemikan pujian suci
hingga fajar datang kami tetap berdzikir memohon ampunan dan petujuk yang meyakinkan
tengah hari kami mendengarkan khotbah pemimpin rombongan dengan bahasa masing-masing bangsa
sambil terus mengumandangkan asma Allah yang maha perkasa
menjelang senja saat sholat magrib tiba kami segera bersiaga menuju Musdalifah untuk mabit menunggu masa
kami kumpulkan butiran batu kerikil persiapan melempar setan-setan di tugu Mina yang menggoda manusia
kami senantiasa berdoa tanpa henti walau menanti saat berjalan kembali menuju Mina
kemah-kemah sunyi di Arofah segera berganti kemah hangat di Mina
makanan dan minuman berlimpah ruah berserta buah-buahan
kami berganti segera dengan baju biasa dan memotong rambut
ada yang tandas hingga gundul ada yang sementara cukup dua tiga helai tergunting
Arofah yang sunyi akan ramai kembali setahun lagi
tapi jejak hajiku tinggal menunggu putaran tawaf ifadah di Mekah Al Mukaromah
MABIT WILBUR MUDA DI MUSDALIFAH
rombongan demi rombongan menyemut di jalanan menuju Musdalifah sambil mengendong kesan Arofah
Jabal Rahmah melambaikan kata perpisahan dengan kesedian menerima di tahun depan atau kapan saja saat umrah
senja sudah lama tenggelam di padang pasir yang gulita ditanduk lelampuan merkuri yang gagah
ratusan pasang kaki merayapi kedinginan malam menuju tempat singgah
dikumpulkan bebatuan mungil segenggaman untuk bekal melempar jumrah
Wilbur Muda menenteng buntalan mengandeng ibu tercinta menembus malam padang pasir
angin sejuk mendesir membulatkan tekad penziarah menuju tempat yang ditakdir
dengan mantap setelah seharian khusuk berdzikir
merayapi nasib yang tak lagi kikir
bulan hampir separo semangka mengarah ke ufuk
mendoakan bagi yang senantiasa berdzikir khusuk
udara yang dingin kering tak lagi menjadikan pejalan mengantuk
seusai tengah malam bulan tergelincir ke barat meninggal jejak samar
barisan demi barisan dengan semangat melangkahkan kaki dengan mata nanar
Arofah telah menjanjikan bagi mereka semua haji yang sempurna
MELEMPAR JUMRAH SESAMPAINYA WILBUR MUDA DI MINA
dengan dua lembar kain yang melilit badan ribuan bahkan jutaan pasang kaki merayapi punggung bukit Moasem
Wilbur Muda mengandeng ibu tercintanya menuju tugu pelemparan dengan segenggam batu kerikil
tujuh butir terlempar pada setiap tugu yang berjumlah tiga menjulang menandai lokasi setan yang menggoda
tiga hari tiga malam ditenda Mina istirah munajat pada yang maha perkasa sebelum melanjutkan tawaf ifadah
Wilbur Muda memandang riungan perbukitan di cekungan kota Mina yang sibuk bertenda-tenda
pada hari biasa akan senyap tanpa jejak kecuali kendaraan yang melintas sesaat pada aspal jalanan
dalam rombongan demi rombongan berdesak-desak di bibir batas pelemparan kadang terjadi bencana
terlempar batu kerikil yang sungsang balik ataupun terbentur siku pelempar belakang pada kepala peziarah lain
terdorong sampai menjauhi bibir pelemparan dan lepas bebas dalam barisan yang menggelombang kembali ke tenda
beragam bahasa beragam kulit berwarna dililit kain kafan meneriakkan kebesaran asma Allah saat melempar
lepas tiga hari sebagaimana padang Arofah kota Mina kembali mereguk sunyi
WILBUR MUDA KEMBALI KE MEKAH
tiga hari sudah memenuhi rukun haji melempar jumrah di Mina bersama rombongan Serambi Mekah Nusantara
Wilbur Muda menuju Mekah untuk menuntaskan ibadahnya dalam tawaf ifadah
diputari batu hitam kabah tujuh kali dan lari-lari kecil tujuh putaran antara bukit Shafa dan Marwah
memotong rambut ataupun mencukur gundul seusainya
selepas itu kembali menuju penginapan untuk bebenah menuju Madinah
semua barang oleh-oleh dibungkus rapi bagai paket pos yang berisi sajadah, tasbih dan kopiah
buah tangan bagi tetangga, handai taulan dan sanak saudara di Nusantara
dalam percakapan sehari-hari Wilbur Muda dan ibunya selalu mengingat semuanya
rumah, gudang, barang kelontong dan saudara sebapak yang ditemui dalam percarian jejak bapak
tongkat kepala naga bertatah intan berlian dan bersepuh emas pertanda warisan yang perlu diturunkan
ada saudara sebapak di tanah Minang, di wilayah Sriwijaya juga di pelabuhan ujung Swarnadwipa
belum lagi sepanjang pantai Jawadwipa yang subur makmur dengan keriuhan penduduk berbagai suku
dalam perjalanan menuju timur sebelum berangkat haji Wilbur Muda telah menjumpai kuburan tanpa nama
kuburan yang dirawat penduduk bersorban dan senantiasa tekun beribadah di masjid bersama
barang warisan yang tersimpan rapi telah disaerahkan dan dibawa ke Serambi Mekah untuk diserahkan
pada ahli waris Wilbur Tua yang mungkin menyusuri jejak sampai di Serambi Mekah
pesan itu serasa pesan yang terkunci di hati ibunda Wilbur Muda
isyarat itu begitu tegas kalau dia akan pulang sendirian meninggalkan anak semata wayang berbaring abadi di makam umum tanah suci
rombongan-demi rombongan haji telah melakukan tawaf wada dan beriringan menuju Madinah melaksanakan ibadah arbain sholat fardhu 40 kali tanpa putus
WIBUR MUDA MENUJU MEDINAH
genap sudah duapuluhlima hari di kota Mekah Al Mukaromah Wilbur Muda bersama rombongan menuju Medinah
beriringan membawa buntelan dan bungkusan belanjaan buah tangan untuk saudara dan handai taulan
menyusuri lautan padang pasir dengan sesekali singgah di perkampungan Arab maupun Badui
membeli beberapa jenis buah tangan dan penganan asli wilayah padang pasir
perjalanan kadang diselingi singgah di tempat bersejarah baik saat nabi menerima wahyu maupun saat berperang
ada beberapa tempat berbaringnya para syuhada pembela Islam pada zamannya melawan tentera Quraisy
perjalanan rombongan mendekati kota suci kedua disambut dengan angin musim dingin
dalam gigil yang menggoyang geligi tak putus-putusnya nama Allah dilantunkan dengan semangat tawaduk
kota Medinah bercahaya tampak dari jarak puluhan kilo siap menerima tamu menyelesaikan ibadah arbain
Wilbur Muda memandang ngungun kota yang indah dan semarak menjelang malam
tepat usai sholat isya semua rombongan sampai di tempat menginap
setelah makan malam dan menyelsaikan pembagian kamar mereka bersama-sama menuju Masjid Nabawi
berkeliling di sekitar masjid dan melihat para penjaja kurma dan segala macam barang perlengkapan sholat
Wilbur Muda merasa persinggahan terakhir ini tempat yang akan menuliskan jejak riwayatnya
PERCAKAPAN WILBUR MUDA DAN IBUNDA
- malam ini telah kita tuntaskan ibadah arbain kita. pemimpin rombongan telah mengisyaratkan kita segera bebenah meringkaskan buntelan dan oleh-oleh kita untuk sanak saudara dan handai tolaneandainya
- kata pemimpin rombongan kita berangkat seusai senja menuju pelabuhan Jeddah
- Ibu, bagaimana kalau bawaan kita berdua dijadikan satu agar mudah membawanya? kita tinggalkan bawaan yang tidak diperlukan bagi kita bagikan pada petugas penginapan yang telah membantu merapikan tempat tidur kita
- bagus. apa masih perlu membeli korma muda?
- seandainya masih ada tempat boleh disisipkan sedikit. kita sudah menggenapkan 40 sholat fardu tinggal menuju raudah memohon agar lima tahun ke depan diperkenankan berziarah kembali ke makam nabi
malam semakin menunjukkan dinginnya kedua anak dan ibu masih bercakap sambil berbaring
dikejauhan terdengar derit pintu masjid Nabawi ditutuo
dengkur lirih para penziarah menambah rasa kantuk keduanya
kedua anak dan ibu menaikkan selimut sebatas dada
di luar dingin semakin menggila dengan deru angin yang mengucapkan perpisahan
ibunda Wilbur Muda mencoba menenggok posisi anak semata wayangnya yang sudah pulas
ada suara dengkur yang tercekat di ujung tenggorokan
Ibunda Wilbur Muda tersenyum dalam tidurnya
Wilbur Muda tidur abadi
jam lima pagi waktiu setempat muazin masjid Nabawi memanggil untuk menunaikan sholat subuh
ibunda Wilbur Muda bangkit bersiap ke kamar mandi bersiap sholat
ditatapnya anak semata wayang dalam tidur yang pasti
tak diduganya kalau itu perjalanan abadi
tak disangkanya kalau anak semata wayangnya terus berbaring
penginapan gempar saat ibunda Wilbur Muda menjerit dan pingsan menatap jenazah anaknya di dipan
petugas segera mengevakuasi jenazah setelah dibungkus kain ihram di bawa ke rumah sakit terdekat
Wilbur Muda tertinggal di kamar mayat siap di sholatkan di masjid waktu lohor
ketika senja tiba pemimpin rombongan mengandeng ibunda Wilbur Muda
mengabarkan jenazah almarhum telah selesai dirawat petugas dikuburkan di tempat para syuhada di makam Baqi
dibantu dengan beberapa penziarah menenteng bungkusan ibunda Wilbur Muda meninggalkan Medinah
dariMu kembali kepadaMu
merek dagang yang tak terucap karena ada di setiap titik niaga
KEPULANGAN
ibunda Wilbur Muda terpekur di anjungan kapal yang mulai bergerak setelah sauh diangkat
ada yang dapat tak dapat direlakan untuk ditinggalkan dari bagian sejarah hidupnya
bagian dari hatinya terkubur di makam Baqi di Madinah
bagian dari sisa-sisa kasih sayang masa lalunya
ibunda Wilbur Muda menunduk melafalkan ayat-ayat suci bagi permata hatinya
kapal menyusuri pantai laut Merah menuju Nusantara
para penziarah kelu tak terucap kata untuk menghibur sang bunda
merasa belum tentu setabah dan serela dia
pemimpin rombongan penziarah dengan sabar menunggu saat yang tepat
agar dapat menjerat hati yang terlarat karena kehilangan yang tak terperikan
tapi apakah sebenarnya mati, meninggal, wafat, gugur dan tiada di dunia ini?
mereka yang hilang, pulang, berpulang dan kembali pada yang hakiki adalah tujuan pasti abadi
kepulangan mana lagi yang tertandingkan kecuali kembali ke pencipta yang maha perkasa?
kepulangan itu tidak lagi maya walau tak teraba di dunia fana.
WILBUR MUDA YANG LAIN MENCARI JEJAK PENJAJA KELONTONG
pada hitungan bulan purnama ke sepuluh ada lagi pencari penjaja kelontong
lelaki ini lebih muda dari lelaki yang memburu gudang kelontong dulu
logat bahasanya juga agak berbeda
cara berpakaiannya tak ada mirip-miripnya
hanya bagi yang waspada akan menandai raut muka yang sekeluarga
di setiap pusat kota di masuki pasar besar
bertanya tentang gudang besar barang kelontong
tetapi selalu tidak ditemui wanita dengan anak lelaki semata wayang
yang ditemui selalu wanita lain yang seusia dirinya
di setiap jawaban selalu menggeleng tanda tidak tahu
kecuali arah tempat ibadah yang menyimpan jazad lelaki tua
meninggal di kamar penginapan tanpa sanak tanpa kadang tanpa kartu nama
tetapi penduduk mengenalinya sebagai penjaja barang kelontong
WILBUR MUDA YANG LAIN MENCARI JEJAK PENJAJA KELONTONG
pada hitungan bulan purnama ke sepuluh ada lagi pencari penjaja kelontong
lelaki ini lebih muda dari lelaki yang memburu gudang kelontong dulu
logat bahasanya juga agak berbeda
cara berpakaiannya tak ada mirip-miripnya
hanya bagi yang waspada akan menandai raut muka yang sekeluarga
di setiap pusat kota di masuki pasar besar
bertanya tentang gudang besar barang kelontong
tetapi selalu tidak ditemui wanita dengan anak lelaki semata wayang
yang ditemui selalu wanita lain yang seusia dirinya
di setiap jawaban selalu menggeleng tanda tidak tahu
kecuali arah tempat ibadah yang menyimpan jazad lelaki tua
meninggal di kamar penginapan tanpa sanak tanpa kadang tanpa kartu nama
tetapi penduduk mengenalinya sebagai penjaja barang kelontong
WILBUR MUDA YANG LAIN KETEMU LELAKI BERSORBAN
setelah mendapat warisan tongkat kepala naga bertatahkan intan berlian bersepuh emas sang bapak pedagang kelontong
Wilbur Muda dari tanah Minang segara melacak ke timur hingga ujung pulau Jawadwipa
dijumpai setiap pemilik gudang di pelabuhan yang ramai tapi tinggal jejak satu atau dua anak perempuan yang mengaku cucu dari pedagang kelontong Wilbur
maka tak heran nama Wilbur tak tersemat di depan nama-nama perempuan itu
setiap persinggahan pada rumah ibadah dengan kelomok orang bersiorban selalu saja cerita pedagang kelontong itu senantiasa ngungun di tangga menuju serambi rumah ibadah
para jam yang bersorban saling melengkapi cerita yang didapatnya turun-temurun dari nenek dan kakek mereka
kuburan tanpa nam sebagai persinggahan terakhir pelacakan silsilah nenek moyang pedagang kelontong bernama Wilbur
senatiasa pergudangan itu tinggal menyisakan dua atu satu cucun perempuan yang tidak banyak dapat bercerita atau menjawab pertanyaan yang ingin diketahui
seusai perjalanan ke timur Wilbur Muda dari tanah Minang akan segera menggenapkan rukun Islam yang ke lima menuju tanah suci untuk berhaji
BIODATA

lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1951
pengajar Intercultural Communication di FKIP - Universitas Ibn Khaldun Bogor
pengajar Intercultural Communication di FKIP - Universitas Ibn Khaldun Bogor