Sunday, October 30, 2011

WILBUR (Lanjutan)


PAGI BISU WILBUR MUDA 1

pagi ini dalam temaram surya di bumi Serambi Mekah diciumnya tangan ibunda mohon restu
memburu jejak pedagang kelontong yang tak berkabar lebih dari tiga windu

Wilbur Muda menenteng buntelan sekedar bekal dan catatan barang yang ada di gudang
ditumpangi kereta siapa saja yang menuju perjalan sepanjang Swarnadwipa hingga berujung di ujung timur Jawadwipa

selamat jalan, anaku semata wayang
setelah kau terbelenggu selsilah bisu
setelah pijatan demi pijatan dan sayatan peristiwa
hari ini kau selesaikan tugas mencari jejak samar bapakmu

ya Robb lindungilah perjalanan anakku semata wayang mencari jejak purbanya
terangkanlah jalan dan berikan isyarat yang nyata

selamat jalan anakku
kami di sini semua senatiasa tak lekang doa mengiring langkahmu
hingga kau tenukan jejak yang pasti

pagi ini burung masih tetap berkicau
tapi kerisauan keluarga akan terjawab

WILBUR MUDA MENCARI WILBUR TUA

masa berputar pada edar yang sama dengan jejak bulan dan matahari
masa menimbulkan musim berganti dengan cerita berulang tapi beda tokoh
berpikir tentang masa silam mengingat jejak pedagang kelontong yang hinggap di setiap wilayah bandar dengan gudangnya yang gagah
dijaga perempuan dengan anak lelaki semata wayang di tengarai sebagai Wilbur

Wilbur muda yang juga menjajakan kelontong mulai mencari jejak lelaki terdahulu dengan panggilan sama
setiap rumah ibadah tersinggahi meninggalkan cerita legenda penjaja kelontong mirip dirinya hanya beda usia
setiap lelaki bersorban bercerita tentang makam tanpa nama tanpa nisan pertanda bahwa dia pemeluk kepercayaan rumah ibadah itu
Wilbur muda mencoba membaca peta gudang dan bertemu perempuan penjaga dan juga mengenalkan anak lelaki semata wayang manakala singgah pada kota ramai pedagang
Wilbur muda mulai mengerti kenapa selalu ada gudang kelontong ditunggui perempuan dengan anak lelaki semata wayang sebagaimana dirinya yang juga ditinggal ayah penjaja kelontong gudang dan ibu yang menyayanginya
setiap gudang di kota dengan penjaga perempuan dan anak lelaki semata wayang membisikkan nama Wilbur seperti dirinya setiap saat yang menyebabkan dia menyimpan nama Wilbur dalam kantung bekal tanpa kelihatan setiap wanita penjaga gudang dengan anak lelaki semata wayang walaupun perempuan-perempuan itu seperti terkesima diawalnya kemudian menepis ketermehekannya dengan perbedaan usia diangannya tentang lelaki yang menuju ke timur dengan tongkat kepala naga menjajakan barang kelontong

Wilbur muda mendapati dirinya tentu setengah saudara dengan anak lelaki semata wayang yang senantiasa menemani perempuan penjaga gudang kelontong di setiap kota yang ditemui dalam pengembarannya mencari jejak lelaki ayahnya bernama Wilbur lelaki penjaja kelontong

WILBUR MUDA MENEMUKAN GUDANG KELONTONG TERENOVASI

Wilbur muda telah sampailah pada gudang kelontong tanpa penjaga
gudang kelontong yang baru selesai di pugar
gudang kelontong tanpa aroma jejak pejaja kelontong tua

Wilbur muda mulai bertanya pemilik gudang renovasi
gudang tak terisi barang kelontong
gudang yang sejenis gudang milik ibunya
gudang kelontong mirip gudang yang dijaga perempuan dengan anak lelaki semata wayang

Wilbur mencoba mencari pemilik gudang
pemilik gudang merenovasi untuk menyimpan barang yang akan segera dikirim
pemilik gudang itu perempuan muda seusianya
perempuan itu berdagang apa saja yang dihasilkan tanah Nusantara
dikirim ke berbagai negeri termasuk negeri Cina dan yang terjauh Tanduk Benua

Wilbur menemui perempuan muda seusianya menanyakan pemilik sebelumnya
pemiliknya telah pindah ke lain kota
kata berita seorang penjaja kelontong tua yang kemudian meninggal di kamar penginapan jenazahnya dikuburkan tetua desa dan lelaki bersorban di halaman belakang rumah ibadah di dekat alun-alun kota

Wilbur berjanji akan menemui kembali perempuan muda usia pemilik gudang seusai mendapatkan pusara penjaja kelontong tua
lelaki bersorban yang ditemui pertama menggeleng tanda tidak mengenal dan paham
penjaga kuburan itu lelaki renta dengan sakit encok yang menahun hanya memberi tanda sudah puluhan tahun yang lalu
Wilbur muda menemui jalan buntu berita kabar informasi pusara tua tanpa nama, sedang catatan yang dibuat lelaki bersorban dulu telah pudar musnah dimakan musim

Wilbur muda berjalan kembali menyusuri kota dengan harapan menemui perempuan seusianya

BERMULA DARI SERAMBI MEKAH NUSANTARA

sekembali Wilbur Muda dari perjalanan menyusuri jejak moyangnya
segera ditemuinya imam masjid untuk menyatakan kesediaan menuju tanah suci Mekah
menggenapi syariat Islam yang ke lima menjadi tamu di tanah haram
berbekal keyakinan yang dimiliki sejak kecil dan bersama ibunya mempersiapkan
lahir batin dan segenap kekuatan serta mohon pamit para handai taulan juga tetangga
menitipkan rumah, gudang serta beberapa keluarga yang masih tinggal di sekitar pergudangan

Wilbur membelitkan baju ihram tanpa jahitan dan menenteng bawaan mengandeng ibu mengikut barisan
menuju perut kapal yang siap angkat jangkar dan menuju tanah suci tempat umat Islam berhaji
tak lupa dia memesan kerabatnya jika ada seseorang muda lain bernama Wilbur menanyakan tongkat naga
supaya tongkat bersepuh emas itu diserahkan dengan harapan menyambung rasa persaudaraan

Wilbur menenggok selintas tanah rencong yang telah dimaknai sebagai tanah tumpah darah
ibunya melambaikan tangan pada kerabatnya yang menyemut di tepian pagar dermaga
kapal bersuit keras dan menggoyangkan tubuhnya meloncati ombak demi ombak menuju laut lepas
dalam hitungan dupuluhlima hari kapal menyusuri tepian tanah berbagai bangsa dan bahasakadang singgah di dermaga mengisi bahan bakar maupun air tawar
tak lupa juga barang hasil bumi selain beras penambah bekal penumpang
tak henti-hentinya mereka melantunkan: labbaika allahhumma labbaik, labbaikka la syarikalaka labbaik, inalhamda wanni’mata laka walmulka la syarikalak

BERMULA DARI SERAMBI MEKAH NUSANTARA

sekembali Wilbur Muda dari perjalanan menyusuri jejak moyangnya
segera ditemuinya imam masjid untuk menyatakan kesediaan menuju tanah suci Mekah
menggenapi syariat Islam yang ke lima menjadi tamu di tanah haram
berbekal keyakinan yang dimiliki sejak kecil dan bersama ibunya mempersiapkan
lahir batin dan segenap kekuatan serta mohon pamit para handai taulan juga tetangga
menitipkan rumah, gudang serta beberapa keluarga yang masih tinggal di sekitar pergudangan

Wilbur membelitkan baju ihram tanpa jahitan dan menenteng bawaan mengandeng ibu mengikut barisan
menuju perut kapal yang siap angkat jangkar dan menuju tanah suci tempat umat Islam berhaji
tak lupa dia memesan kerabatnya jika ada seseorang muda lain bernama Wilbur menanyakan tongkat naga
supaya tongkat bersepuh emas itu diserahkan dengan harapan menyambung rasa persaudaraan

Wilbur menenggok selintas tanah rencong yang telah dimaknai sebagai tanah tumpah darah
ibunya melambaikan tangan pada kerabatnya yang menyemut di tepian pagar dermaga
kapal bersuit keras dan menggoyangkan tubuhnya meloncati ombak demi ombak menuju laut lepas

KAPAL MERAPAT DI DERMAGA JEDDAH

dengan mengucap syukur para penziarah rombongan haji asal Serambi Mekah Nusantara sujud mencium bumi
berbaris rapi menuju sebuah pemondokan sementara untuk merapikan pakaian ihram
makan secukupnya dan bersiap dengan buntelan bekal menuju kendaraan darat selanjutnya

tak reda mulutnya bergumam nama sang khalik teriakan syukur pujian atas kemegahan dan keperkasaanNya
ada sebagian yang menggunakan onta ataupun kereta kuda bahkan menyemut ribuan pejalan kaki
menuju tanah haram Mekah Al Mukaromah dengan tujuan satu menunaikan rukun Islam ke lima

dermaga segera sunyi dan kapal segera bertolak menjemput jemahaan yang lain di bibir pantai Nusantara

Wilbur Muda tersuruk melangkah bersama jemaah lain sambil mengandeng erat tangan ibunya  melangkah guyuh
bibirnya tak lekang dengan ucapan kalimah toyibah dan sang ibu menimpali dengan suara lirih kalimat-kalimat suci
yang dihapal sejak gadis sebelum ketemu penjaja barang keontong menganugrahi anak semata wayang serta gudang

Wilbur Muda menatap lautan padang pasir yang tak berbatas
pandangannya makin mantap dengan gerakan ritmis dan kemikan doa bersama penziarah
bermacam warna kulit bangsa dan bahasa hanya termaknai satu kata
mengagungkan nama ilahi menyeru namaNya dan menyukuri nikmatNya
barisan itu tak lelah-lelahnya berjalan rapi menuju kabah
tak lepas kata salam terucap manakala bersua jemaah manca negara
bersama berderap menuju keridhoan sang maha pengauasa alam

Wilbur Muda semakin kukuh menjejakkan langkahnya


catatan itu disimpan di museum dengan dilengkapi ruang pendingin dan kaca anti peluru takut-takut para pemburu naskah kuno pelegenda penjaja kelontong merampok paksa bersenjata otomatik modern

kepercayaan sementara khalayak naskah lontar kuno pernah dipakai membungkus gorengan di kesibukan kota yang riuh memburu warna kehidupan fana

WILBUR MUDA DI MIQOT

dengan runduk tawaduk Wilbur Muda sujud rata bumi Allah
berpasrah diri bersama jamaah Serambi Mekah Nusantara
juga ibu terkasihnya berdiri dalam barisan shaf peremuan
bersama melangkah menuju kabah melengkapi rukun Islam

sepanjang jalan pasir jutaan kafilah merayap medengungkan asmaNya
lautan pasir berjejak kaki kuda, unta, dan manusia
dicatat malaikat dari langit dengan puja puji ilahiah
alam semesta memayungi penziarah dengan segumpal awan

sekelompok demi sekelompok sambil diselingi cerita pengalaman
juga melihat yang menajubkan yang tak termaknai
berbaring di tenda sepanjang malam seusai makan malam
ada juga yang terus berjalan dan sesegera mungkin menemui baitullah

Wilbur Muda ngungun memnyaksikan keajaiban laksaan manusia
semua berihram putih bersih berkemik doa suci
bergerak rapi pasti menuju titik yang sama
menyerahkan diri tanpa menghitung untung rugi

MIQOT

lepaskan pakaian dunia yang berjahit
selesaikan kebersihan diri dengan mandi
sampirkan lembaran wujud kain kafan sebagai ihram
tegakan sholat dua rakaat dengan niat berangkat
lengkapi dengan rasa tunduk menjauhi larangan yang membatalkan haji

di titik ini bermula menuju kepastian yang hakiki kita yakini

WILBUR MUDA MENATAP KABAH

dari pintu timur setelah berdesakan dengan jemaah seribu negara Wilbur Muda tiba di pelataran masjid 
pintu masjd yang terbuka tetap menyembunyikan batu hitam kabah di ceruknya
leher Wilbur Muda yang berusaha dijulurkan tetap gagal mencari sosok batu hitam itu

pada tangga turunan ke tiga pandangan Wilbur Muda terhalang semutan manusia
yang berjalan beriring melingkar searah sambil melantunan kalimat toyyibah
Wilbur Muda seperti  tersedot putaran angin puting beliung

mata Wilbur Muda basah merabun menatap batu kotak hitam berselimutan kain hitam
ribuan orang dengan rata-rata berkain ihram putih-putih dengan tekun memutari bangunan kotak hitam
sukma Wilbur Muda terasa terjerembah dalam tangga akhir pelataran marmer

dengan menyeru kebesaran asma Allah bersama rombongan jemaah Serambi Mekah Nusantara
Wilbur Muda mulai melangkah menjalankan tawaf selamat datang

WILBUR MUDA DI KOTA MEKAH

kota Mekah sepertinya tidak tidur dengan guyuran lelampuan di jalanan
toko-toko yang tidak menutup pintunya selama waktu haji
bahkan tetap melompong ketika pemilik menunaikan sholat fardu lima kali sehari

pedagang kaki lima yang dengan sigap menggelar dagangan dan menggulungnya
manakala laskar keamanan melintas mengawasi kondisi keamanan wilayah menertibkan keriuhan

rumah makan menawarkan beragam makanan baik lokal maupun manca negara
tak heran wisata kuliner para penziarah haji dapat terpenuhi seleranya selama 24 jam

ratusan bahkan ribuan manusia cacat kumuh yang tentunya bukan bangsa Arab
di jalanan memamerkan kedekilan dan kefakiran untuk menerima sekedar real yang lusuh sekalipun
bagai burung-burung merpati yang berkerumun ditebar biji-bijian kemudian melesat terbang takut tergilas kaki jamaah

Wilbur Muda berjalan menyusur jalanan yang sibuk dari masjid hingga rumah penginapan
sesekali melonggok pedagang kaki lima yang menawarkan sorban, tasbih, kudung maupun sajadah
sesekali menatap jendela restoran yang menyiapkan segala macam rasa

Wilbur Muda juga tak lupa menyisihkan realnya bagi yang menadahkan tangan cacatnya di jalanan
sering bercakap-cakap dengan para penziarah dari negara manca dengan bahasa tarzan

Wilbur Muda tenggelam dalam keriuhan kota Mekah yang  bertaburan cahaya
menunggu saat hari Arofah dan melempar jumrah di Mina
Wilbur Muda makin terhisap dalam kekhusukan perjalanan spiritual rohani hajinya

WILBUR MUDA MENATAP HUJAN DI TANAH HARAM MEKAH

cuaca memang mewartakan akan hadirnya hujan lebat mengguyur tanah haram
satu-satu tetesan air melesap pada tanah berpasir yang makin lama makin jenuh
mulailah air menggenang  mengalir ke wilayah landai ditandai dengan warna kelam

hujan jatuh dengan lebat setelah matahari membakar menjadikan kesejukan bagi para penziarah
dari jendela kamar penginapan Wilbur Muda mencoba menghitung jumlah titik hujan yang menempel di kaca
seperti tangisan gadis dan ibundanya saat menatap kepergian suami menunaikan ibadah haji

hujan masih bernyanyi dengan nada arabik yang langgam
orang-orang menatap ngungun tak menyangka di padang pasir ada hujan
bahkan mereka yang berihram mengelilingi kabah bertawaf makin bersemangat
juga saat rakaat terakhir sholat magrib terguyur hujan hingga pias kening tertempel lantai marmer
pelataran masjid maupun di sekeliling batu hitam yang megah

hujan terus menyajikan simponi yang jarang ditemui para penziarah
seperti puji-pujian suci atas kekuasaan sang khalik yang disyukuri tanpa henti
tak ada bibir yang terkunci mengucap makna kata: subhanallah
DI AROFAH WILBUR MUDA TAFAKUR

aku sudah tidak muda lagi sebetulnya walau masih bergelar Wilbur Muda
kepala empat sudah kumasuki  tanpa gangguan pada organ tubuh
ibuku selalu memberiku makanan yang jauh dari tambahan rasa instant
ibuku walau menjelang delapan puluh masih belum memerlukan tongkat
dengan kemikan doanya diselesaikan semua ibadah umrah lebih dari satu kali

subuh belum tumbuh kami berdua anak dan ibu berserta kenalan baru menuju masjid terluar tanah haram
dengan membayar uang sewa lima real kami diantar pulang balik  kembal ke Masjidil Haram
putaran demi putaran tawaf serta lari-lari kecil sai mengingatkan pada Nabi Ismail yang menunggu air
air itu jadi sumur zam-zam yang sekarang melimpah ruah untuk jemaah

tepat tengah hari kami menuju kemah di padang Arofah untuk bermalam semalam bersembah pada yang maha kuasa
mengingat segala yang terlewat dan mengharap yang terbaik yang menjelang
kami dibangunkan tengah malam untuk bersama sholat hajat dan tasbih
kami mendirikan shaf-shaf yang rapi dengan mulut penuh kemikan pujian suci
hingga fajar datang kami tetap berdzikir memohon ampunan dan petujuk yang meyakinkan
tengah hari kami mendengarkan khotbah pemimpin rombongan dengan bahasa masing-masing bangsa
sambil terus mengumandangkan asma Allah yang maha perkasa
menjelang senja saat sholat magrib tiba kami segera bersiaga menuju Musdalifah untuk mabit menunggu masa
kami kumpulkan butiran batu kerikil persiapan melempar setan-setan di tugu Mina yang menggoda manusia
kami senantiasa berdoa tanpa henti walau menanti saat berjalan kembali menuju Mina

kemah-kemah sunyi di Arofah segera berganti kemah hangat di Mina
makanan dan minuman berlimpah ruah berserta buah-buahan
kami berganti segera dengan baju biasa dan memotong rambut
ada yang tandas hingga gundul ada yang sementara cukup dua tiga helai tergunting

Arofah yang sunyi akan ramai kembali setahun lagi
tapi jejak hajiku tinggal menunggu putaran tawaf ifadah di Mekah Al Mukaromah

MABIT WILBUR MUDA DI MUSDALIFAH

rombongan demi rombongan menyemut di jalanan menuju Musdalifah sambil mengendong kesan Arofah
Jabal Rahmah melambaikan kata perpisahan dengan kesedian menerima di tahun depan atau kapan saja saat umrah

senja sudah lama tenggelam di padang pasir yang gulita ditanduk lelampuan merkuri yang gagah
ratusan pasang kaki merayapi kedinginan malam menuju tempat singgah
dikumpulkan bebatuan mungil segenggaman untuk bekal melempar jumrah

Wilbur Muda menenteng buntalan mengandeng ibu tercinta menembus malam padang pasir
angin sejuk mendesir membulatkan tekad penziarah menuju tempat yang ditakdir
dengan mantap setelah seharian khusuk berdzikir
merayapi nasib yang tak lagi kikir

bulan hampir separo semangka mengarah ke ufuk
mendoakan bagi yang senantiasa berdzikir khusuk
udara yang dingin kering tak lagi menjadikan pejalan mengantuk

seusai tengah malam bulan tergelincir ke barat meninggal jejak samar
barisan demi barisan dengan semangat melangkahkan kaki dengan mata nanar

Arofah telah menjanjikan bagi mereka semua haji yang sempurna

MELEMPAR JUMRAH SESAMPAINYA WILBUR MUDA DI MINA

dengan dua lembar kain yang melilit badan ribuan bahkan jutaan pasang kaki merayapi punggung bukit Moasem
Wilbur Muda mengandeng ibu tercintanya menuju tugu pelemparan dengan segenggam batu kerikil
tujuh butir terlempar pada setiap tugu yang berjumlah tiga menjulang menandai lokasi setan yang menggoda
tiga hari tiga malam ditenda Mina istirah munajat pada yang maha perkasa sebelum melanjutkan tawaf ifadah

Wilbur Muda memandang riungan perbukitan di cekungan kota Mina yang sibuk bertenda-tenda
pada hari biasa akan senyap tanpa jejak kecuali kendaraan yang melintas sesaat pada aspal jalanan

dalam rombongan demi rombongan berdesak-desak di bibir batas pelemparan kadang terjadi bencana
terlempar  batu kerikil yang sungsang balik ataupun terbentur siku pelempar belakang pada kepala peziarah lain
terdorong sampai menjauhi bibir pelemparan dan lepas bebas dalam barisan yang menggelombang kembali ke tenda
beragam bahasa beragam kulit berwarna dililit kain kafan meneriakkan kebesaran asma Allah saat melempar

lepas tiga hari sebagaimana padang Arofah kota Mina kembali mereguk sunyi

WILBUR MUDA KEMBALI KE MEKAH

tiga hari sudah memenuhi rukun haji melempar jumrah di Mina bersama rombongan Serambi Mekah Nusantara
Wilbur Muda menuju Mekah untuk menuntaskan ibadahnya dalam tawaf ifadah
diputari batu hitam kabah tujuh kali dan lari-lari kecil tujuh putaran antara bukit Shafa dan Marwah
memotong rambut ataupun mencukur gundul seusainya

selepas itu kembali menuju penginapan untuk bebenah menuju Madinah
semua barang oleh-oleh dibungkus rapi bagai paket pos yang berisi sajadah, tasbih dan kopiah
buah tangan bagi tetangga, handai taulan dan sanak saudara di Nusantara

dalam percakapan sehari-hari Wilbur Muda dan ibunya selalu mengingat semuanya
rumah, gudang, barang kelontong dan saudara sebapak yang ditemui dalam percarian jejak bapak
tongkat kepala naga bertatah intan berlian dan bersepuh emas pertanda warisan yang perlu diturunkan
ada saudara sebapak di tanah Minang, di wilayah Sriwijaya juga di pelabuhan ujung Swarnadwipa
belum lagi sepanjang pantai Jawadwipa yang subur makmur dengan keriuhan penduduk berbagai suku

dalam perjalanan menuju timur sebelum berangkat haji Wilbur Muda telah menjumpai kuburan tanpa nama
kuburan yang dirawat penduduk bersorban dan senantiasa tekun beribadah di masjid bersama
barang warisan yang tersimpan rapi telah disaerahkan dan dibawa ke Serambi Mekah untuk diserahkan
pada ahli waris Wilbur Tua yang mungkin menyusuri jejak sampai di Serambi Mekah
pesan itu serasa pesan yang terkunci di hati ibunda Wilbur Muda
isyarat itu begitu tegas kalau dia akan pulang sendirian meninggalkan anak semata wayang berbaring abadi di makam umum tanah suci

rombongan-demi rombongan haji telah melakukan tawaf wada dan beriringan menuju Madinah melaksanakan ibadah arbain sholat fardhu 40 kali tanpa putus

WIBUR MUDA MENUJU MEDINAH

genap sudah duapuluhlima hari di kota Mekah Al Mukaromah Wilbur Muda bersama rombongan menuju Medinah
beriringan membawa buntelan dan bungkusan belanjaan buah tangan untuk saudara dan handai taulan
menyusuri lautan padang pasir dengan sesekali singgah di perkampungan Arab maupun Badui
membeli beberapa jenis buah tangan dan penganan asli wilayah padang pasir
perjalanan kadang diselingi singgah di tempat bersejarah baik saat nabi menerima wahyu maupun saat berperang
ada beberapa tempat berbaringnya para syuhada pembela Islam pada zamannya melawan tentera Quraisy

perjalanan rombongan mendekati kota suci kedua disambut dengan angin musim dingin
dalam gigil yang menggoyang geligi tak putus-putusnya nama Allah dilantunkan dengan semangat tawaduk
kota Medinah bercahaya tampak dari jarak puluhan kilo siap menerima tamu menyelesaikan ibadah arbain

Wilbur Muda memandang ngungun kota yang indah dan semarak menjelang malam
tepat usai sholat isya semua rombongan sampai di tempat menginap
setelah makan malam dan menyelsaikan pembagian kamar mereka bersama-sama menuju Masjid Nabawi
berkeliling di sekitar masjid dan melihat para penjaja kurma dan segala macam barang perlengkapan sholat

Wilbur Muda merasa persinggahan terakhir ini tempat yang akan menuliskan jejak riwayatnya

PERCAKAPAN WILBUR MUDA DAN IBUNDA

- malam ini telah kita tuntaskan ibadah arbain kita. pemimpin rombongan telah mengisyaratkan kita segera bebenah meringkaskan buntelan dan oleh-oleh kita untuk sanak saudara dan handai tolaneandainya
- kata pemimpin rombongan kita berangkat seusai senja menuju pelabuhan Jeddah
- Ibu, bagaimana kalau bawaan kita berdua dijadikan satu agar mudah membawanya? kita tinggalkan bawaan yang tidak diperlukan bagi kita bagikan pada petugas penginapan yang telah membantu merapikan tempat tidur kita
- bagus. apa masih perlu membeli korma muda?
- seandainya masih ada tempat boleh disisipkan sedikit. kita sudah menggenapkan 40 sholat fardu tinggal menuju raudah memohon agar lima tahun ke depan diperkenankan berziarah kembali ke makam nabi

malam semakin menunjukkan dinginnya kedua anak dan ibu masih bercakap sambil berbaring
dikejauhan terdengar derit pintu masjid Nabawi ditutuo
dengkur lirih para penziarah menambah rasa kantuk keduanya
kedua anak dan ibu menaikkan selimut sebatas dada
di luar dingin semakin menggila dengan deru angin yang mengucapkan perpisahan

ibunda Wilbur Muda mencoba menenggok posisi anak semata wayangnya yang sudah pulas
ada suara dengkur yang tercekat di ujung tenggorokan
Ibunda Wilbur Muda tersenyum dalam tidurnya
Wilbur Muda tidur abadi

jam lima pagi waktiu setempat muazin masjid Nabawi memanggil untuk menunaikan sholat subuh
ibunda Wilbur Muda bangkit bersiap ke kamar mandi bersiap sholat
ditatapnya anak semata wayang dalam tidur yang pasti
tak diduganya kalau itu perjalanan abadi
tak disangkanya kalau anak semata wayangnya terus berbaring
penginapan gempar saat ibunda Wilbur Muda menjerit dan pingsan menatap jenazah anaknya di dipan
petugas segera mengevakuasi jenazah setelah dibungkus kain ihram di bawa ke rumah sakit terdekat
Wilbur Muda tertinggal di kamar mayat siap di sholatkan di masjid waktu lohor

ketika senja tiba pemimpin rombongan mengandeng ibunda Wilbur Muda
mengabarkan jenazah almarhum telah selesai dirawat petugas dikuburkan di tempat para  syuhada di makam Baqi
dibantu dengan beberapa penziarah menenteng bungkusan ibunda Wilbur Muda meninggalkan Medinah

dariMu kembali kepadaMu
merek dagang yang tak terucap karena ada di setiap titik niaga

KEPULANGAN

ibunda Wilbur Muda terpekur di anjungan kapal yang mulai bergerak setelah sauh diangkat
ada yang dapat tak dapat direlakan untuk ditinggalkan dari bagian sejarah hidupnya
bagian dari hatinya terkubur di makam Baqi di Madinah
bagian dari sisa-sisa kasih sayang masa lalunya

ibunda Wilbur Muda menunduk melafalkan ayat-ayat suci bagi permata hatinya
kapal menyusuri pantai laut Merah menuju Nusantara
para penziarah kelu tak terucap kata untuk menghibur sang bunda
merasa belum tentu setabah dan serela dia

pemimpin rombongan penziarah dengan sabar menunggu saat yang tepat
agar dapat menjerat hati yang terlarat karena kehilangan yang tak terperikan
tapi apakah sebenarnya mati, meninggal, wafat, gugur dan tiada di dunia ini?
mereka yang hilang, pulang, berpulang dan kembali pada yang hakiki adalah tujuan pasti abadi
kepulangan mana lagi yang tertandingkan kecuali kembali ke pencipta yang maha perkasa?

kepulangan itu tidak lagi maya walau tak teraba di dunia fana.

WILBUR MUDA YANG LAIN MENCARI JEJAK PENJAJA KELONTONG

pada hitungan bulan purnama ke sepuluh ada lagi pencari penjaja kelontong
lelaki ini lebih muda dari lelaki yang memburu gudang kelontong dulu
logat bahasanya juga agak berbeda
cara berpakaiannya tak ada mirip-miripnya
hanya bagi yang waspada akan menandai raut muka yang sekeluarga

di setiap pusat kota di masuki pasar besar
bertanya tentang gudang besar barang kelontong
tetapi selalu tidak ditemui wanita dengan anak lelaki semata wayang
yang ditemui selalu wanita lain yang seusia dirinya

di setiap jawaban selalu menggeleng tanda tidak tahu
kecuali arah tempat ibadah yang menyimpan jazad lelaki tua
meninggal di kamar penginapan tanpa sanak tanpa kadang tanpa kartu nama
tetapi penduduk mengenalinya sebagai penjaja barang kelontong

WILBUR MUDA YANG LAIN MENCARI JEJAK PENJAJA KELONTONG

pada hitungan bulan purnama ke sepuluh ada lagi pencari penjaja kelontong
lelaki ini lebih muda dari lelaki yang memburu gudang kelontong dulu
logat bahasanya juga agak berbeda
cara berpakaiannya tak ada mirip-miripnya
hanya bagi yang waspada akan menandai raut muka yang sekeluarga

di setiap pusat kota di masuki pasar besar
bertanya tentang gudang besar barang kelontong
tetapi selalu tidak ditemui wanita dengan anak lelaki semata wayang
yang ditemui selalu wanita lain yang seusia dirinya

di setiap jawaban selalu menggeleng tanda tidak tahu
kecuali arah tempat ibadah yang menyimpan jazad lelaki tua
meninggal di kamar penginapan tanpa sanak tanpa kadang tanpa kartu nama
tetapi penduduk mengenalinya sebagai penjaja barang kelontong

WILBUR MUDA YANG LAIN KETEMU LELAKI BERSORBAN

setelah mendapat warisan tongkat kepala naga bertatahkan intan berlian bersepuh emas sang bapak pedagang kelontong
Wilbur Muda dari tanah Minang segara melacak ke timur hingga ujung pulau Jawadwipa
dijumpai setiap pemilik gudang di pelabuhan yang ramai tapi tinggal jejak satu atau dua anak perempuan yang mengaku cucu dari pedagang kelontong Wilbur
maka tak heran nama Wilbur tak tersemat di depan nama-nama perempuan itu

setiap persinggahan pada rumah ibadah dengan kelomok orang bersiorban selalu saja cerita pedagang kelontong itu senantiasa ngungun di tangga menuju serambi rumah ibadah
para jam yang bersorban saling melengkapi cerita yang didapatnya turun-temurun dari nenek dan kakek mereka
kuburan tanpa nam sebagai persinggahan terakhir pelacakan silsilah nenek moyang pedagang kelontong bernama Wilbur

senatiasa pergudangan itu tinggal menyisakan dua atu satu cucun perempuan yang tidak banyak dapat bercerita atau menjawab pertanyaan yang ingin diketahui

seusai perjalanan ke timur Wilbur Muda dari tanah Minang akan segera menggenapkan rukun Islam yang ke lima menuju tanah suci untuk berhaji
BIODATA
IMG_0030Cunong Nunuk Suraja
lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1951
pengajar Intercultural Communication di FKIP - Universitas Ibn Khaldun Bogor

WILBUR


WILBUR
sajak-sajak 2009 - 2011

Cunong N. Suraja

MENULISKAN SEJARAH DALAM PUISI

Menulis puisi boleh menuliskan riwayat maupun segala perasaan yang menyayat. Menuliskan cerita dalam puisi juga akan menjadikan puisi panjang semacam epic atau prosa liris yang sementara ini belum merupakan trend penulis instant di dunia maya atau internet.
Wilbur tokoh fiktif yang datang dari negeri Kincir Angin menjadi pedagang kelontong di bumi Nusantara dengan meninggalkan jejak pergudangan barang kelontong, seorang isteri dengan anak lelaki semata wayang dengan nama depan Wilbur di setiap kota pelabuhan.
Puisi-puisi ini mencoba mengangkat masalah nenek moyang, keturunan dan perubahan sosial serta perubahan zaman karena masuknya budaya dari luar pulau Nusantara.
Wilbur memang tidak hidup di zaman internet, tapi masih zaman kuda gigit besi. Maka puisi-puisinya mencoba memotret lanskap yang tidak lagi lazim di masa kini.

CNS

WILBUR DAFOUR

sejarah kata telah mengorek luka kota dengan graffiti jorok
menggeriap malam-malam berborok di kaki menggoncang tabung aerosol
memasuki syaraf metropolitan pada kaki gedung tubuh mall-plaza-pusat perdagangan
kota ini memang lusuh

politik kata telah mencabik dada kota hingga berlubang peparunya
ketika pepohon merunduk ternaungi hamparan beton bertulangan
menggerumuti nadiku yang makin melemah pulsanya karena jantung tertekan
menguapkan sakit mual akut

pilihan kata pada kota yang bersolek dengan gincu merah bata
mengingatkan sepasukan pemberontak memberondong kota dengan bom molotov
membakar nyali rakyat menyembunyikan hak hidup yang lata
jadikan santapan kudapan berondong jagung menonton film dalam kotak sabun

jejak kata memanggang kata membara dalam tusukan zaman
melelehi senyawa beringas dan rasa tak puas akan pilihan terbatas
memburu dalam relung-relung gelungan keong yang melingkar tanpa bosan
di kota ini Wilbur merubah Dafour jadi Balfour menguningkan bunga rumputan daffodil


WILBUR RONGGOWIJOYO MERTOTARUNO

ledakan menguburkan kota-kota kecil di kaki gunung berapi dengan partikel bumi mengunci nyali
rumah-rumah rubuh tanpa dapat "sambat" minta tolong berjamaah terhisap berita kota
negara tetangga kehilangan peta kota-kota kecil itu dari penginderaan imaji hati atas budaya yang lesap

ledakan kemudian terjadi setelah beribu tahun menjadi hijau subur disengaja tangan teror
memorakporandakan kepercayaan meninggikan rasa musuh mencurigai menjebak tetamu asing
nama Wilbur menjadi sasaran tembak di tempat kaki menjejak pada setiap dermaga kapal bersandar

kekayaan demi kekayaan dikumpul ditimbun disimpan di gudang-gudang pelabuhan
terkikis erosi kepercayaan anak negeri yang menggerogoti semuanya karena anggapan sebuah duri
bangsa yang menciptakan kesabaran keramahan keterbukaan menguncup memutus rantai asing
nama Wilbur jadi virus perpecahan warga bangsa negara yang makin berantakan saling siap mengganyang

WILLIBORDUS WILBUR RONGGOWILWATIKTA

dalam perjalanan sejarah ayahku, kakekku, buyutku, canggahku, moyangku Wilbur menggariskan lukisan abstrak yang bernama agama yang boleh dibolak-balik sebagaimana makna "agama iku ageming ati" maka ketika aku sematkan nama yang menunjukan pada kitab suci Injil mereka tak lagi memrotes atau memaknai aku membolak-balik kehidupan moyangku yang menempel pada nama Wilbur
moyangku tampaknya abai akan kepercayaan yang berasal dari kitab suci kecuali kitab hutang piutang serta catatan modal awal serta lembaran kertas yang melebar layaknya sorban Ajisaka yang menciptalan huruf Jawa:

HA NA CA RA KA
DA TA SA WA LA
PA DHA JA YA NYA
MA GA BA THA NGA

ketika dibolak dibalik jadi mantra:

NGA THA BA GA MA
NYA YA JA DHA PA
LA WA SA TA DA
KA RA CA NA HA

pada perjalanan mimpi timbul kebohongan mistis berubah jadi mitos menuju pada tradisi bahwa Wilbur nama asing yang tetap asing walau lahir di tanah Nusantara, walau dia prajurit Nusantara, walau dia pangrehpraja yang mumpuni, walau dia telah terasimilasi dengan semua pribumi karena jejak jalan sutra pedagang kelontong kapal saudagar bersandar di setiap dermaga di pantai kepulauan Nusantara nama Wilbur menjadi
atas nama keturunan Wilbur Dafour

pada titik api pegolakan nama Wilbur melebur menjadi nama yang tak lagi dapat dilacak siapa penitisnya siapa darah aslinya.

Wilbur jadi kartu mati
Wilbur jadi alasan untuk revolusi
Wilbur memicu perubahan anarki
Wilbur memecah belah bangsa beragam suku corak bahasa beda

Wilbur bukan mitos legenda jalan sutra meninggalkan jejak amarah
Wilbur tersisih dari sejarah yang berdarah-darah
moyang Wilbur menangis dalam kubur di sembarang dermaga makmur zaman purba

cerita sejarah darah ledakan teror berpusat pada kata marga Wilbur!

WILBUR WONGSOSONGO

apa alasan yang ditempelkan nama kakek buyutku pada panggilanku
sudah bergenerasi merambahi bumi subur dengan pedati kelontong
menawarkan dunia kemiskinan dalam kotak kayu penyimpan harta bermakna

panggilan kakek buyutku menggerumuti jalan sutra ujung pulau Jawa sampai Sumatra
menumbuhkan perkebunan meninggalkan jejak turunan dengan wadah pribumi
mataku tak dapat dikatakan hitam atau lebar belum lagi rambutku bagai terpanggang mentari

kakek buyutku berjalan dari pinggang gunung sampai bibir pantai
kapal niaganya bersauh jangkar di segenap tepi pulau membawa kelontong mengambil bunga tanah
ditinggalkan gudang lusuh kukuh pada setiap dermaga dengan penjaga yang dititipi keturunan

mereka semua bernama Wilbur dan berusaha menjadi Wilbur dengan segenap nama asing

WILBUR WILLIAMS

itu nama yang diberikan bubur merah putih
saat mbrojol dari gua garba simbok

tetapi apa lacur di dunia beras kencur
nama itu menggundang teror

mereka memanggil londo godong
ada yang bilang blasteran
ada yang menuduhkan lahir jadi lembu peteng

kepada sampeyan saja saya bloko suto
sampeyan memang winasis dan arif
hanya sampeyan yang dapat memegang rahasia hidup ini

itu nama harus diruwat atau dirumat
keduanya memunculkan konsekuensi yang beda
dirumat akan tetap membawa sejarah gelap
diruwat akan kehilangan jejak simbah buyut

bagaimana solusi yang kepenak?
nurut saja wong kata polisi kalau jujur dan manut pasti enak-kepenak!

Summer 2009 in the river bank of Ohio River

JENDELA SUBUH WILBUR

hanya dari jendela lunas kapal bergerak menuju tepi dunia yang datar bagai meja
kekawatiran nahkoda tua akan kapal terjerembab dalam palung dunia tak terbukti
(Columbus, kau telah menegakkan telor yang telah kau rebus! Maka jadilah Anmerika)

hanya lewat celah jendela pagi-pagi matahari mengintip nasib Wilbur meninggalkan negeri
disusuri tepi benua demi tepi benua tanpa lelah singgah hingga negeri Campa
negeri beragam seni tercuri tersingkritasi dari beberapa kepercayaan melebur
Sriwijaya dengan pusat budisme yang tenggelam karam ketika dunia meluapkan kapal api

Wilbur terus menyisiri pantai ke kiri menuju sebuah negeri gemah ripah loh jinawi
negeri dengan berbagai bahasa suku memuja satu dewa
negeri yang menginspirasi untuk tinggal dan meninggalkan jejak keturunan
Wilbur lupa negeri dengan beratus-ribu kitiran yang berputar menggilas gandum
negeri dengan empat musim yang merepotkan dengan berbagai pakaian musiman
negeri yang selalu mencuri sejarah dan melumatkan hakekat suatu martabat
negeri itu menguncup menjadi potongan dari benua gelap terbuka tradisi mesin
negeri itu tinggal dalam mimpi buruk Wilbur setelah mendekap wewangian pertiwi
menjanjikan anak negeri lanjutan diasimilasi menjadi pribumi

Wilbur nenek moyangku melintasi berbagai negeri mati di tanah ini.

JENDELA LOHOR WILBUR
(Thursday, August 19, 2010 at 12:56am)

pada pemberhentian pertama kapal yang ditumpangi Wilbur singgah di kota Cordoba
kota sibuk dengan warna Islam yang cerah meriah kesantunan dan keterbukaannya
Wilbur agak gamang dengan penampilan logat bahasanya
takut-takut salah pengertian dan memilih menatap lewat jendela kapal
waktu tengah hari terdengar suara orang meneriakkan panggilan dengan bahasa yang tak dipahami
nahkoda kapal berbisik itu bahasa Islam memanggil umatnya untuk kumpul
mereka berkumpul sedikitnya lima kali sehari melakukan penyembahan
kebiasaanmu tentu tak seramai itu, sergah nahkoda kepada Wilbur
saya yakin kau sepaham denganku dengan tidak memperdulikan kekuatan di luar diri
kapal bergerak lagi seusai memuat peti-peti kayu, menurunkanbeberapa kotak juga penumpang
hari menjelang malam sayup-sayup teriakan panggilan Islami itu sampai juga ke bi bir jendela kapal
Wilbur menuju dapur berusaha bergabung makan malam bersama petugas kapal
angin sejuk mulai menerpa dan menggetarkan layar

kapal melaju ke pinggang benua tanda tanya tentang mahluk penghuninya
kapal baru singgah di tempat yang dikenal dengan nama Tanduk Benua
Wilbur tertidur pulas dan kapal hanya singgah mengisi air tawar
tidak terjadi transaksi perdagangan maupun petukaran penumpang
penduduk dermaga itu berkulit hitam dengan bahasa yang sangat asing

Jendela WILBUR TUA

ketika berhasil membangun gudang dan memperistri perempuan Batavia
hasrat mengembara masih menyala dengan tongkat kayu wergu berkepal naga
tongkat yang didagangkan pedagang Dayak dengan ukiran magisnya
diceritakan tongkat itu seperti tongkat Musa
tongkat itu dapat ,membantu menunjuk arah
menolong menyusuri jalan dagang yang berhasil
setengah keyakinan Wilbur Tua membayar dengan kepeng emas
tongkat berkepala naga dibawa ke tukang emas agar ditatahi matanya
sisik kencananya dan aroma magis makin kentara

berbekal cukup dan tongkat kepala naga Wilbur Tua pamit mengembara
ditinggalkan anak semata wayang, gudang kelontong dan istri yang taat
tanpa menengok tanpa doa kecuali mantra tua Wilbur tua menembus subuh
ke arah timur yang masih menggelap dirundung awan musim hujan
langkahnya masih mantap menuju jalan besar
menunggu dengan sabar kereta kuda menuju ke matahari terbit

belum sepemakanan sirih terdengar ketiplak ladam kaki kuda
sepasang kuda hitam bertutup kepala dengan rumbai asri mencongklang
berhenti tepat di tempat Wilbur Tua sigap meloncat ke tumpukan kotak-kotak
peti kayu titipan yang harus di antar ke negri timur Batavia
tepat waktu isya di depan masjid Kanoman Cirebon kereta kuda singgah
kusir memberi air minum berikut makanan kuda di wadah kayu
lalu menuju kolam berwudhu menyertai rombangan yang siap berbaris
terdengar swara mirip di pelabuhan Cordoba diteriakkan dengan lantang
barisan itu mengulang hampir serempak
Wilbur Tua ngungun menunggu diam di undakan masjid
getaran gelisah mempertanyakan diri sambil mengelus kepala naga
aku belum pernah segelisah sekarang
teriakan yang mirip di masa lalunya terus berdetam
berdenging gumam barisan mengikuti teriakan perlahan
kata ini mempunyai kekuatan lebih dari otot tuaku
geremengan barisan itu seakan memberikan cahaya
aku harus menanyakan kusir kereta makna teriakan itu
aku seperti terlempar ke masa silam
terendam dalam aura menyehatkan tapi tak termaknai
sebagaimana makna teriakan dan gumaman barisan itu
Wilbur Tua tertidur tanpa sadar di undakan masjid hingga subuh
saat mereka berbaris meneriakkan suara yang persis sama di Cordoba
kusir kereta itu dengan patuh menyamai gerakan demi gerakan barisan
mengikuti gerakan pemimpinnya
Wilbur tua tetap tak paham tak mengerti barisan itu hampir serempak mengikuti gerakan pemimpin hingga tuntas pada posisi duduk dengan kaki kiri menyilang di bawah pantat
Wilbur Tua tergugu.

LEGENDA WILBUR
(Wednesday, August 18, 2010 at 9:49pm)

Wilbur,
nama nenek moyangku yang datang dari negeri kincir angin
tapi mengaku bukan turunan darah kerajaan
bukan pula berbangsa kulit putih atau Aria
memang kulitnya tidak legam
cukup terang tapi tak sepucat kulit bangsa Eropa

Wilbur moyangku,
berdagang kelontong dari sepotong hinga segentong
mengawini perempuan di kota yang disingahi
meninggalkan rumah bini dan turunan dengan nama Wilbur muda

Wilbur moyang legendaku,
bagai cerita seribu satu malam yang kocak
moyangku menyeret dagangan di pelosok kota
dari adzan subuh hinga beduk sore mahrib
sekepeng demi sekepeng uang direnteng hingga segenteng

Wilbur moyang legenda penyidik kota,
dari kota awal pulau Swarnadwipa disusuri gigir barat pantai
menurunkan gudang ke anak-cucuk di tanah Padang
tak lupa dijelajahi belantara Palembang cikal bakal Sriwijaya
sampai pada sarang gajah dan harimau belang

Wilbur sampai diujung pulau menunggu angkutan
mengajak membelah celah terbatasi gunung berapi Rakatau
cukup sebulan dua dengan meninggalkan gudang dan anak keturunan
kakinya meninggalkan Swarnadwipa menjejaki Jawadwipa
di tanjung Banten menawarkan benda kelontong dari anak negri gajah

Wilbur setengah baya ketemu janda kembang di tanah Serang
dibujuknya ibu muda tanpa anak untuk menunggu gudang
lama-lama usai menutup gudang Wilbur juga menutup pintu kamar
janda muda tak tahan melawan gempuran ombak perkasa
lunglai bergelung dalam desah erang nahkoda kapal
yang telah menjejaki tujuh bumi tujuh selat
jadilah resmi memiliki gudang ditemani anak lelaki Wilbur kecil

Wilbur tua pun melaju menyusuri jejalan berhutan
hingga Batavia Wilbur mencoba pasar Tanah Abang
di kota Batavia Wilbur sudah tak dikenali jejak kincir angin
walaupun sebenarnya darah dagang Khan yang agung
ditaklukan segala jenis barang kelontong hingga wanita muda setempat
senantiasa ditinggalkan gudang penuh barang berserta istri dan anak semata wayang.

WILBUR DI KOTA TENGAH JAWADWIPA

dari keterngungunan Wilbur atas pengalaman yang sama ketika di Cordoba dan Cirebon
menyeret langkap pada setiap pal pemberhentian kereta kuda pada bangunan yang selalu ramai
barisan demi barisan yang terpimpin dalam meneriakkan kata yang sama ketika pertama kali di dengar di Cordoba kemudian berlanjut di Cirebon
di kota pelabuan Tanjung Emas keresah-gundahan hati Wilbur menyurutkan niat menimbun harta pada gudang yang tersedia untuk dibeli atau disewa
perdagangan barang kelontongnya dilakukan sekedar bertahan hidup dalam perjalanan yang tanpa target atau terminal di masa mendatang
ketermanguan menatap barisan demi barisan rapi di setiap kota yang disinggahi yang mempunyai bangunan ibadah menyisakan tanya tentang tujuan hidup
pernah satu kali ada masa barisan itu duduk berkeliling dan pemimpin berdiri di panggung menceritakan rahasia hidup yang makin tak dikuasai dan dipahami apalagi dimengerti Wilbur
Wilbur tua sadar perlu tongkat kehidupan yang tak sekedar tongkat kayu berkepala naga dengan tatahan emas dan berlian
Wilbur tua bimbang untuk menanyakan jalan kehidupan yang makin menggelap kedepan.

WILBUR TUA JATUH SAKIT

tanpa sanak kadang saudara dan keturunan yang mengetahui keberadaan Wilbur
sampai pada kota rembang petang yang penuh dengan lelaki bersorban perempuan bercadar muka
perjalanan kelontongnya tetap sama semula bertahan untuk menjawab tantangan keraguan kebimbangan kegamangan akan makna yang maha perkasa yang mulai dikenal Wilbur dengan nama tuhan atau sering dilafalkan orang bersorban sebagai Allah subhana wa ta’ala

Wilbur mencoba bertahan untuk mendalami kebiasaan dan ritual di rumah ibadah barisan demi barisan dengan pemimpin bersorban dengan tambah berjenggot
tongkat kayu berukir naga bertatah manikam dan kencana mulai ditinggalkan
di undakan rumah ibadah itu Wilbur memaknai kegamangan keraguan dan terjebakan akan kegiatan yang melulu mengejar dan melempar barang kelontong

Wilbur terdiam bisu dalam masa tuanya
Wilbur mulai rajin mendengar pembicaraan dari undakan rumah ibadah
Wilbur bertegur sapa dengan laki-laki bersorban
Wilbur enggan menyimpan barang gudang dan perempuan dengan keturunan semata wayang
Wilbur terguyur hujan panas bergantian setiap musim
Wilbur tua istirahat karena sendi kaki tangan terasa linu dan susah digerakkan
Wilbur mencari penginapan tak jauh dari rumah ibadah yang senantiasa menceramahi barisan dengan segala kepelikan kehidupan dan menyiasatinya secara elegan dan cantik
Wilbur menerawang ke masa silam di negeri bermusim empat dengan kegagah kincir angin
Tanpa pesan esoknya Wilbur tiada dan membuat penginapan gempar karena lelaki yang mati di kamar dalam usia tuanya tanpa catatan, tanpa indentitas
di halaman belakang rumah ibadah itu di siapkan lelaki bersorban sebuah lubang
dan diberi catatan di sini telah berbaring lelaki tua pedagang kelontong yang tak dikenal namanya tapi semua penduduk akrab dengan barang kelontong yang dijajakan.
Wilbur tua istirahat abadi dalam pelukan halaman rumah ibadah tanpa memeluk kepercayaan untuk menyiasati dan mengurai kepelikan rahasia kehidupan dunia

LEGENDA MAKAM TUA DI HALAMAN RUMAH IBADAH TERBESAR KOTA

dalam catatan dinas pariwisata kota tempat ziarah yang terpopuler adalah makam tanpa nama hanya tertulis penjaja kelontong
penduduk kota sudah hafal benar informasi yang dicari pelancong baik mancanegara maupun domestic
pelancong menemukan sensasi cerita bohong tentang nenek moyang Wilbur
pedagang barang kelontong yang berjualan dari benua ke benua
menyinggah dermaga demi dermaga berbeda bangsa dan bahasa
membawa cerita tentang negeri empat musim dan kincir angin raksasa di sepanjang batas garis negeri

legenda itu jadi komoditi wisata yang paling meyakinkan mendatangkan kepeng demi kepeng hingga segenteng

PERJALANAN NASKAH BIOGRAFI SILSILAH WILBUR

saking banyaknya tempat wisata dan pelancong memburu cerita Wilbur
jadilah naskah tertulis dalam kertas koyak coklat tua menceritakan legenda
hampir semua kota memaknai gudang kelontong dan wanita berserta anak lelaki semata wayang jadi tokoh utama
tak pelak para pencari nama penjaja kelontong tua yang kemudian meninggal dan dimakamkan di halaman belakang rumah ibadah menjadi bumbu penyedap cerita yang tak lekang dimakan cuaca dan zaman
setiap rontal coklat tua itu difoto-kopi disalin ulang ditrasliterasikan jadilah desertasi ilmiah yang tak kering ditimba para penggila ilmu purba
mereka tidak hanya berhenti pada legenda
mereka terus meraih bentuk gudang berarsitektur bangunan masa itu
jejak barang kelontong yang disimpan
jenis ragam material barang kelontong yang belum mengenal plastik
barang itu rata-rata terbuat dari kayu atau batu
beberapa terbuat dari logam biasa hingga logam mulia

catatan itu makin menumpuk dengan tambahan cerita dari mulut ke mulut yang dikenal sebagai tradisi lisan yang hingga zaman modern ketika komunikasi tak mengenal batas menjadi short message service, twitter, facebook, blackberry, komputer tablet maupun sarana lain yang sudah tanpa kabel kecuali perangkat lunak canggih

PERANG NASKAH KUNO WILBUR

tiap negara yang terlintasi jejak jalan kelontong mengklaim menyimpan naskah kuno asli
naskah yang kecoklatan dimakan usia dan musim
tulisan yang tak terbaca dengan bahasa setempat
catatan yang mencatat nama-nama Wilbur dengan berbeda angka tahun

PERANGKAP LEGENDA

legenda Wilbur legenda surat wasiat tanpa titi mangsa
legenda lelaki penjaja kelontong yang diceritakan punya gudang
ditinggal gudang kelontong ditunggui perempuan dan anak lelaki semata wayang

setiap kota ada gudang segala macam barang termasuk kelontong
setiap kota menyimpan cerita perempuan yang ditinggalkan untuk menunggui gudang berteman anak lelaki semata wayang
setiap kota mencatat dalam rontal tua di simpan di museum
setiap penduduk tahu kalau kuburan tanpa nama kuburun lelaki penjaja kelontong yang meninggal di kamar penginapan dikuburkan oleh lelaki bersorban dengan memberi catatan pada makam tapi telah buram dimakan musim dan cuaca

catatan itu sering menjebak peneliti pada kebohongan pribadi yang melegenda seperti Wilbur

BERATUS BERIBU BERJUTA WILBUR MEBILURKAN NESTAPA

cerita lelaki bernama Wilbur telah melegenda menjadi buah bibir rakyat
mereka kenal betul tentang sasaran pertanyaan pergudangan perkelontongan
dengan bumbu penjaga perempuan dengan ditemani anak lelaki semata wayang

cerita lelaki bernama Wilbur tak akan terkubur
walau pencari dan yang dicari terkubur rapi tanpa nama
terletak mudah dikenali dan dicari di halaman rumah terbesar ibadah di kota itu

berulang kabar cerita burung menjelaskan sudah ratusan dan ribuan pencari jejak pedagang kelontong
senantiasa berterminal di ujung pusara tanpa nama
hanya keterangan selayaknya cerita rakyat dari mulut ke mulut disampaikan

WILBUR TEROR

senja kemarin televisi mengutip segala jejak teror
subuh ini diulang lagi berita basi tentang teror
entah siang hari haruskah makan siang berita teror?

sejak Jumat hingga Selasa ini memburu meracut membedah teror
masihkah gembong itu menciptakan teror dan teror?
berita televisi itu menjadi turunan sebuah bilangan terror

MAN HOLE
menyusuri jalan Wilbur sampai pada kota tua yang ditinggalkan penghuninya karena wabah penyakit
jalanan tertata rapi lengkap dengan gorong-gorong dan selokan bersih tanpa noda hitam
air meluncur mulus melalui jaringan irigasi kota yang dikenal sebagai kanal mungil drainage tempat segala limbah merayapi punggung dan gigir kota yang makin sunyi dengan ricik air jernih di terjunan yang menyembunyikan puisi. ketika kukejar waktu jeda di setiap titik pengkontrolan agar sampah tak terjerat dalam ikatan menggumpal. lubang itu kubang berpintu dengan berpuluh mata hisap susut segala meluap
di titik ini ada kekuasaan untuk membongkar penghambat arus. di lubang ini dikenal mata awas pada penyumbatan arus. air itu terus menyanyikan puisi purba tentang kota tanpa penghuni karena epidemi setelah segala macam lubang air tersumbat limbah manusia yang ngacir menuju negeri yang terjangkau polusi modernisasi.

Wilbur menatap lubang yang masih berfungsi itu.