Mohamat Firmandaru
Sumber Daya Puisi
Ketika Chairil memperhatikan Nashar membuat sketsa, dia berkata, "Dari hasil sketsamu ini kelihatan kau cukup punya feeling tentang rasa derita. Menurutku, feeling saja tidak cukup. Apakah kau telah mencoba untuk menyelidiki sedalam-dalamnya penderitaan itu sendiri pada jiwa mereka?"
Pertanyaan Chairil itu membuat Nashar tak bisa tidur selama seminggu. Sejak itu dia mulai menggali apa yang disebut "penderitaan" dengan aktif memperhatikan apa yang dirasakan orang, siapa pun dia. Penggalian jiwa itu bermuara pada apa yang Nashar sebut "api", kata lain dari semangat (mungkin terkait dengan spirit)*
Siapa Chairil ? hingga bisa mempengaruhi jiwa orang lain dengan begitu kuatnya ? Penyair, ia, benar, namun Chairil jelas bukan penyair biasa, ia seperti telah menjadi satu dengan puisi, hingga segala yang dirasanya adalah puisi, yang dilihat, didengar, yang dikerjakannya adalah puisi.
Kekuatan puisi telah menyatu dalam ruh dan tubuhnya, ia menggali namun tak pernah berhenti ketika telah menemukan sesuatu yang berkilauan didalamnya.Sungguh tak pernah ada suatu keuntungan yang begitu besar begumul dengan puisi di masa-masa seperti itu, bahkan hingga saat ini, namun sugguh sumber daya puisi mampu mengubah segalanya.Dengan kesederhanaan hidup, ia mampu menerjang, menghempas saat segala sumber daya lainnya telah lebih dulu padam dan lekang karena waktu..
*kutipan pada sebuah blog : eminx's blog
MF 2011
MENGINTAI JEJAK
:Banten
dari puncak menara banten
kulihat makam-makam berbaris
berasap mengepulkan sejarah
tersembunyi di liang-liang terdalam
arak-arakan awan merah kelabu merayu
dari bentangan langit kujulang pandang
menembus ladang-ladang hampa pangan
lantas tertancap di atas lumpur, terkubur
menjadi bongkahan dahaga yang lapang
lapar menjadi seserak sajak yang terinjak
dari sehampar luas harapan
angin berkabar soal benteng tua menggigil demam
menyebut nama-nama prajurit perang yang karam
diantara retak dan pekak, kuintai jejak kejayaan
di gemercik pemandian Roro Denok
mengaliri pikiran, menjejalkan tanya
tumpahi pemakaman juga para penziarah
melayang bersama doa-doa
27-10-2011
kupersembahkan untuk
Komunitas Rahim Cilegon-Banten
DARI DAN DALAM GUA
kulihat wajah-wajah calon nahkoda
di juntai akar dan lembaran daun
lekat di batu-batu mengukir asa
sama seperti lima tahun yang lalu :
sebuah laut tumpahi gua -gua
laba-laba dan kita
terbawa arus
lantas surut
tersangkut
di ranting
patah
di sana gelombang masih pasang
sedebur alasan memikat harapan:
sebuah pulau bernama banten
terselip dibalik bantal, di lengan kita
di julur lidah ombak
sedangkan sang nahkoda membuat kolam kecil
membentangkan layar di atas perahu kertas
di sanalah segalanya dipertaruhkan
dan kita kembali mendiami gua-gua
merajut benang bersama laba-laba
kembali teriak dari sedan paling dalam :
kita temukan pulau itu, di sini!
CILEGON-BANTEN
13/10/2011
PEMULANGAN SEJARAH
cermin-cermin tak pernah usang, juga embun
butiran bening memberi gambaran terang
tentang sejarah kota yang terkantuk
satu persatu menutup pintu
terlelap tak mau tahu
masih kukenang hamparan sawah yang dicuri dalam tidur
pabrik kimia dan baja berjejer menggantikan warna kota
setapak pematang menjadi lubang-lubang aspal hitam
berlalu-lalang nyawa ditenggelamkan
debu-debu sudah mengelabui curah hujan
langkah kecil tergilas beringas rencana kemajuan
sesorot mata menyelinap pada sekumpulan pemuda
yang bersembunyi di ketiak penguasa menunggu jatah makan
di kepakan sungai kecil, kuteguk segar napas yang tersisa
seakan menjelma menjadi pijaran lampu putih
luruhkan hitam pekat nurani
tapi di seberang jalan
padi melambai tangan
kehausan
CILEGON- BANTEN
16/10/2011
DI BANTARAN
angin di bantaran banten inilah
yang membawaku ke pekuburan atas nama manusia:
pada sejarah merah pelabuhan karangantu nan perkasa
tertimbun aliran solar hitam nelayan lapar
kapal-kapal kecil membawa senjata
menembaki terumbu karang
ribuan pijar meruncing
badak bercula satu
terdesak melesak
ke ujung kulon
melulur sosok pada pelakon lelucon
di seberang pulau
telah kusembunyikan ketakutan dan kehampaan di aliran nadi
lalu berlindung di balik menara masjid kesultanan?
tapi kerinduan bertalu tali mengintai langkah kaki kecil
di senyap ubin keraton surosowan
atas kenyataan yang buntu :
banten, ingin kudongengkan pada malam-malammu
tentang desir pasir yang membisikkan kasta raja-dinasti
dan senandung anak pesisir yang mengiris nadi
menghitung detik-detik dalam senyapNya
di tanah yang kehilangan laut
segalanya bersuara, serupa debur ombak yang menjilat karang
sesekali bergemuruh lantas lenyap di permukaan
di antara wangi sejarah kesultanan
kau biaskan embun
menulis sajak-sajak luka
di nganga jantungmu yang membasah darah
CILEGON-BANTEN
25/10/2011
No comments:
Post a Comment