Sunday, October 30, 2011

WILBUR


WILBUR
sajak-sajak 2009 - 2011

Cunong N. Suraja

MENULISKAN SEJARAH DALAM PUISI

Menulis puisi boleh menuliskan riwayat maupun segala perasaan yang menyayat. Menuliskan cerita dalam puisi juga akan menjadikan puisi panjang semacam epic atau prosa liris yang sementara ini belum merupakan trend penulis instant di dunia maya atau internet.
Wilbur tokoh fiktif yang datang dari negeri Kincir Angin menjadi pedagang kelontong di bumi Nusantara dengan meninggalkan jejak pergudangan barang kelontong, seorang isteri dengan anak lelaki semata wayang dengan nama depan Wilbur di setiap kota pelabuhan.
Puisi-puisi ini mencoba mengangkat masalah nenek moyang, keturunan dan perubahan sosial serta perubahan zaman karena masuknya budaya dari luar pulau Nusantara.
Wilbur memang tidak hidup di zaman internet, tapi masih zaman kuda gigit besi. Maka puisi-puisinya mencoba memotret lanskap yang tidak lagi lazim di masa kini.

CNS

WILBUR DAFOUR

sejarah kata telah mengorek luka kota dengan graffiti jorok
menggeriap malam-malam berborok di kaki menggoncang tabung aerosol
memasuki syaraf metropolitan pada kaki gedung tubuh mall-plaza-pusat perdagangan
kota ini memang lusuh

politik kata telah mencabik dada kota hingga berlubang peparunya
ketika pepohon merunduk ternaungi hamparan beton bertulangan
menggerumuti nadiku yang makin melemah pulsanya karena jantung tertekan
menguapkan sakit mual akut

pilihan kata pada kota yang bersolek dengan gincu merah bata
mengingatkan sepasukan pemberontak memberondong kota dengan bom molotov
membakar nyali rakyat menyembunyikan hak hidup yang lata
jadikan santapan kudapan berondong jagung menonton film dalam kotak sabun

jejak kata memanggang kata membara dalam tusukan zaman
melelehi senyawa beringas dan rasa tak puas akan pilihan terbatas
memburu dalam relung-relung gelungan keong yang melingkar tanpa bosan
di kota ini Wilbur merubah Dafour jadi Balfour menguningkan bunga rumputan daffodil


WILBUR RONGGOWIJOYO MERTOTARUNO

ledakan menguburkan kota-kota kecil di kaki gunung berapi dengan partikel bumi mengunci nyali
rumah-rumah rubuh tanpa dapat "sambat" minta tolong berjamaah terhisap berita kota
negara tetangga kehilangan peta kota-kota kecil itu dari penginderaan imaji hati atas budaya yang lesap

ledakan kemudian terjadi setelah beribu tahun menjadi hijau subur disengaja tangan teror
memorakporandakan kepercayaan meninggikan rasa musuh mencurigai menjebak tetamu asing
nama Wilbur menjadi sasaran tembak di tempat kaki menjejak pada setiap dermaga kapal bersandar

kekayaan demi kekayaan dikumpul ditimbun disimpan di gudang-gudang pelabuhan
terkikis erosi kepercayaan anak negeri yang menggerogoti semuanya karena anggapan sebuah duri
bangsa yang menciptakan kesabaran keramahan keterbukaan menguncup memutus rantai asing
nama Wilbur jadi virus perpecahan warga bangsa negara yang makin berantakan saling siap mengganyang

WILLIBORDUS WILBUR RONGGOWILWATIKTA

dalam perjalanan sejarah ayahku, kakekku, buyutku, canggahku, moyangku Wilbur menggariskan lukisan abstrak yang bernama agama yang boleh dibolak-balik sebagaimana makna "agama iku ageming ati" maka ketika aku sematkan nama yang menunjukan pada kitab suci Injil mereka tak lagi memrotes atau memaknai aku membolak-balik kehidupan moyangku yang menempel pada nama Wilbur
moyangku tampaknya abai akan kepercayaan yang berasal dari kitab suci kecuali kitab hutang piutang serta catatan modal awal serta lembaran kertas yang melebar layaknya sorban Ajisaka yang menciptalan huruf Jawa:

HA NA CA RA KA
DA TA SA WA LA
PA DHA JA YA NYA
MA GA BA THA NGA

ketika dibolak dibalik jadi mantra:

NGA THA BA GA MA
NYA YA JA DHA PA
LA WA SA TA DA
KA RA CA NA HA

pada perjalanan mimpi timbul kebohongan mistis berubah jadi mitos menuju pada tradisi bahwa Wilbur nama asing yang tetap asing walau lahir di tanah Nusantara, walau dia prajurit Nusantara, walau dia pangrehpraja yang mumpuni, walau dia telah terasimilasi dengan semua pribumi karena jejak jalan sutra pedagang kelontong kapal saudagar bersandar di setiap dermaga di pantai kepulauan Nusantara nama Wilbur menjadi
atas nama keturunan Wilbur Dafour

pada titik api pegolakan nama Wilbur melebur menjadi nama yang tak lagi dapat dilacak siapa penitisnya siapa darah aslinya.

Wilbur jadi kartu mati
Wilbur jadi alasan untuk revolusi
Wilbur memicu perubahan anarki
Wilbur memecah belah bangsa beragam suku corak bahasa beda

Wilbur bukan mitos legenda jalan sutra meninggalkan jejak amarah
Wilbur tersisih dari sejarah yang berdarah-darah
moyang Wilbur menangis dalam kubur di sembarang dermaga makmur zaman purba

cerita sejarah darah ledakan teror berpusat pada kata marga Wilbur!

WILBUR WONGSOSONGO

apa alasan yang ditempelkan nama kakek buyutku pada panggilanku
sudah bergenerasi merambahi bumi subur dengan pedati kelontong
menawarkan dunia kemiskinan dalam kotak kayu penyimpan harta bermakna

panggilan kakek buyutku menggerumuti jalan sutra ujung pulau Jawa sampai Sumatra
menumbuhkan perkebunan meninggalkan jejak turunan dengan wadah pribumi
mataku tak dapat dikatakan hitam atau lebar belum lagi rambutku bagai terpanggang mentari

kakek buyutku berjalan dari pinggang gunung sampai bibir pantai
kapal niaganya bersauh jangkar di segenap tepi pulau membawa kelontong mengambil bunga tanah
ditinggalkan gudang lusuh kukuh pada setiap dermaga dengan penjaga yang dititipi keturunan

mereka semua bernama Wilbur dan berusaha menjadi Wilbur dengan segenap nama asing

WILBUR WILLIAMS

itu nama yang diberikan bubur merah putih
saat mbrojol dari gua garba simbok

tetapi apa lacur di dunia beras kencur
nama itu menggundang teror

mereka memanggil londo godong
ada yang bilang blasteran
ada yang menuduhkan lahir jadi lembu peteng

kepada sampeyan saja saya bloko suto
sampeyan memang winasis dan arif
hanya sampeyan yang dapat memegang rahasia hidup ini

itu nama harus diruwat atau dirumat
keduanya memunculkan konsekuensi yang beda
dirumat akan tetap membawa sejarah gelap
diruwat akan kehilangan jejak simbah buyut

bagaimana solusi yang kepenak?
nurut saja wong kata polisi kalau jujur dan manut pasti enak-kepenak!

Summer 2009 in the river bank of Ohio River

JENDELA SUBUH WILBUR

hanya dari jendela lunas kapal bergerak menuju tepi dunia yang datar bagai meja
kekawatiran nahkoda tua akan kapal terjerembab dalam palung dunia tak terbukti
(Columbus, kau telah menegakkan telor yang telah kau rebus! Maka jadilah Anmerika)

hanya lewat celah jendela pagi-pagi matahari mengintip nasib Wilbur meninggalkan negeri
disusuri tepi benua demi tepi benua tanpa lelah singgah hingga negeri Campa
negeri beragam seni tercuri tersingkritasi dari beberapa kepercayaan melebur
Sriwijaya dengan pusat budisme yang tenggelam karam ketika dunia meluapkan kapal api

Wilbur terus menyisiri pantai ke kiri menuju sebuah negeri gemah ripah loh jinawi
negeri dengan berbagai bahasa suku memuja satu dewa
negeri yang menginspirasi untuk tinggal dan meninggalkan jejak keturunan
Wilbur lupa negeri dengan beratus-ribu kitiran yang berputar menggilas gandum
negeri dengan empat musim yang merepotkan dengan berbagai pakaian musiman
negeri yang selalu mencuri sejarah dan melumatkan hakekat suatu martabat
negeri itu menguncup menjadi potongan dari benua gelap terbuka tradisi mesin
negeri itu tinggal dalam mimpi buruk Wilbur setelah mendekap wewangian pertiwi
menjanjikan anak negeri lanjutan diasimilasi menjadi pribumi

Wilbur nenek moyangku melintasi berbagai negeri mati di tanah ini.

JENDELA LOHOR WILBUR
(Thursday, August 19, 2010 at 12:56am)

pada pemberhentian pertama kapal yang ditumpangi Wilbur singgah di kota Cordoba
kota sibuk dengan warna Islam yang cerah meriah kesantunan dan keterbukaannya
Wilbur agak gamang dengan penampilan logat bahasanya
takut-takut salah pengertian dan memilih menatap lewat jendela kapal
waktu tengah hari terdengar suara orang meneriakkan panggilan dengan bahasa yang tak dipahami
nahkoda kapal berbisik itu bahasa Islam memanggil umatnya untuk kumpul
mereka berkumpul sedikitnya lima kali sehari melakukan penyembahan
kebiasaanmu tentu tak seramai itu, sergah nahkoda kepada Wilbur
saya yakin kau sepaham denganku dengan tidak memperdulikan kekuatan di luar diri
kapal bergerak lagi seusai memuat peti-peti kayu, menurunkanbeberapa kotak juga penumpang
hari menjelang malam sayup-sayup teriakan panggilan Islami itu sampai juga ke bi bir jendela kapal
Wilbur menuju dapur berusaha bergabung makan malam bersama petugas kapal
angin sejuk mulai menerpa dan menggetarkan layar

kapal melaju ke pinggang benua tanda tanya tentang mahluk penghuninya
kapal baru singgah di tempat yang dikenal dengan nama Tanduk Benua
Wilbur tertidur pulas dan kapal hanya singgah mengisi air tawar
tidak terjadi transaksi perdagangan maupun petukaran penumpang
penduduk dermaga itu berkulit hitam dengan bahasa yang sangat asing

Jendela WILBUR TUA

ketika berhasil membangun gudang dan memperistri perempuan Batavia
hasrat mengembara masih menyala dengan tongkat kayu wergu berkepal naga
tongkat yang didagangkan pedagang Dayak dengan ukiran magisnya
diceritakan tongkat itu seperti tongkat Musa
tongkat itu dapat ,membantu menunjuk arah
menolong menyusuri jalan dagang yang berhasil
setengah keyakinan Wilbur Tua membayar dengan kepeng emas
tongkat berkepala naga dibawa ke tukang emas agar ditatahi matanya
sisik kencananya dan aroma magis makin kentara

berbekal cukup dan tongkat kepala naga Wilbur Tua pamit mengembara
ditinggalkan anak semata wayang, gudang kelontong dan istri yang taat
tanpa menengok tanpa doa kecuali mantra tua Wilbur tua menembus subuh
ke arah timur yang masih menggelap dirundung awan musim hujan
langkahnya masih mantap menuju jalan besar
menunggu dengan sabar kereta kuda menuju ke matahari terbit

belum sepemakanan sirih terdengar ketiplak ladam kaki kuda
sepasang kuda hitam bertutup kepala dengan rumbai asri mencongklang
berhenti tepat di tempat Wilbur Tua sigap meloncat ke tumpukan kotak-kotak
peti kayu titipan yang harus di antar ke negri timur Batavia
tepat waktu isya di depan masjid Kanoman Cirebon kereta kuda singgah
kusir memberi air minum berikut makanan kuda di wadah kayu
lalu menuju kolam berwudhu menyertai rombangan yang siap berbaris
terdengar swara mirip di pelabuhan Cordoba diteriakkan dengan lantang
barisan itu mengulang hampir serempak
Wilbur Tua ngungun menunggu diam di undakan masjid
getaran gelisah mempertanyakan diri sambil mengelus kepala naga
aku belum pernah segelisah sekarang
teriakan yang mirip di masa lalunya terus berdetam
berdenging gumam barisan mengikuti teriakan perlahan
kata ini mempunyai kekuatan lebih dari otot tuaku
geremengan barisan itu seakan memberikan cahaya
aku harus menanyakan kusir kereta makna teriakan itu
aku seperti terlempar ke masa silam
terendam dalam aura menyehatkan tapi tak termaknai
sebagaimana makna teriakan dan gumaman barisan itu
Wilbur Tua tertidur tanpa sadar di undakan masjid hingga subuh
saat mereka berbaris meneriakkan suara yang persis sama di Cordoba
kusir kereta itu dengan patuh menyamai gerakan demi gerakan barisan
mengikuti gerakan pemimpinnya
Wilbur tua tetap tak paham tak mengerti barisan itu hampir serempak mengikuti gerakan pemimpin hingga tuntas pada posisi duduk dengan kaki kiri menyilang di bawah pantat
Wilbur Tua tergugu.

LEGENDA WILBUR
(Wednesday, August 18, 2010 at 9:49pm)

Wilbur,
nama nenek moyangku yang datang dari negeri kincir angin
tapi mengaku bukan turunan darah kerajaan
bukan pula berbangsa kulit putih atau Aria
memang kulitnya tidak legam
cukup terang tapi tak sepucat kulit bangsa Eropa

Wilbur moyangku,
berdagang kelontong dari sepotong hinga segentong
mengawini perempuan di kota yang disingahi
meninggalkan rumah bini dan turunan dengan nama Wilbur muda

Wilbur moyang legendaku,
bagai cerita seribu satu malam yang kocak
moyangku menyeret dagangan di pelosok kota
dari adzan subuh hinga beduk sore mahrib
sekepeng demi sekepeng uang direnteng hingga segenteng

Wilbur moyang legenda penyidik kota,
dari kota awal pulau Swarnadwipa disusuri gigir barat pantai
menurunkan gudang ke anak-cucuk di tanah Padang
tak lupa dijelajahi belantara Palembang cikal bakal Sriwijaya
sampai pada sarang gajah dan harimau belang

Wilbur sampai diujung pulau menunggu angkutan
mengajak membelah celah terbatasi gunung berapi Rakatau
cukup sebulan dua dengan meninggalkan gudang dan anak keturunan
kakinya meninggalkan Swarnadwipa menjejaki Jawadwipa
di tanjung Banten menawarkan benda kelontong dari anak negri gajah

Wilbur setengah baya ketemu janda kembang di tanah Serang
dibujuknya ibu muda tanpa anak untuk menunggu gudang
lama-lama usai menutup gudang Wilbur juga menutup pintu kamar
janda muda tak tahan melawan gempuran ombak perkasa
lunglai bergelung dalam desah erang nahkoda kapal
yang telah menjejaki tujuh bumi tujuh selat
jadilah resmi memiliki gudang ditemani anak lelaki Wilbur kecil

Wilbur tua pun melaju menyusuri jejalan berhutan
hingga Batavia Wilbur mencoba pasar Tanah Abang
di kota Batavia Wilbur sudah tak dikenali jejak kincir angin
walaupun sebenarnya darah dagang Khan yang agung
ditaklukan segala jenis barang kelontong hingga wanita muda setempat
senantiasa ditinggalkan gudang penuh barang berserta istri dan anak semata wayang.

WILBUR DI KOTA TENGAH JAWADWIPA

dari keterngungunan Wilbur atas pengalaman yang sama ketika di Cordoba dan Cirebon
menyeret langkap pada setiap pal pemberhentian kereta kuda pada bangunan yang selalu ramai
barisan demi barisan yang terpimpin dalam meneriakkan kata yang sama ketika pertama kali di dengar di Cordoba kemudian berlanjut di Cirebon
di kota pelabuan Tanjung Emas keresah-gundahan hati Wilbur menyurutkan niat menimbun harta pada gudang yang tersedia untuk dibeli atau disewa
perdagangan barang kelontongnya dilakukan sekedar bertahan hidup dalam perjalanan yang tanpa target atau terminal di masa mendatang
ketermanguan menatap barisan demi barisan rapi di setiap kota yang disinggahi yang mempunyai bangunan ibadah menyisakan tanya tentang tujuan hidup
pernah satu kali ada masa barisan itu duduk berkeliling dan pemimpin berdiri di panggung menceritakan rahasia hidup yang makin tak dikuasai dan dipahami apalagi dimengerti Wilbur
Wilbur tua sadar perlu tongkat kehidupan yang tak sekedar tongkat kayu berkepala naga dengan tatahan emas dan berlian
Wilbur tua bimbang untuk menanyakan jalan kehidupan yang makin menggelap kedepan.

WILBUR TUA JATUH SAKIT

tanpa sanak kadang saudara dan keturunan yang mengetahui keberadaan Wilbur
sampai pada kota rembang petang yang penuh dengan lelaki bersorban perempuan bercadar muka
perjalanan kelontongnya tetap sama semula bertahan untuk menjawab tantangan keraguan kebimbangan kegamangan akan makna yang maha perkasa yang mulai dikenal Wilbur dengan nama tuhan atau sering dilafalkan orang bersorban sebagai Allah subhana wa ta’ala

Wilbur mencoba bertahan untuk mendalami kebiasaan dan ritual di rumah ibadah barisan demi barisan dengan pemimpin bersorban dengan tambah berjenggot
tongkat kayu berukir naga bertatah manikam dan kencana mulai ditinggalkan
di undakan rumah ibadah itu Wilbur memaknai kegamangan keraguan dan terjebakan akan kegiatan yang melulu mengejar dan melempar barang kelontong

Wilbur terdiam bisu dalam masa tuanya
Wilbur mulai rajin mendengar pembicaraan dari undakan rumah ibadah
Wilbur bertegur sapa dengan laki-laki bersorban
Wilbur enggan menyimpan barang gudang dan perempuan dengan keturunan semata wayang
Wilbur terguyur hujan panas bergantian setiap musim
Wilbur tua istirahat karena sendi kaki tangan terasa linu dan susah digerakkan
Wilbur mencari penginapan tak jauh dari rumah ibadah yang senantiasa menceramahi barisan dengan segala kepelikan kehidupan dan menyiasatinya secara elegan dan cantik
Wilbur menerawang ke masa silam di negeri bermusim empat dengan kegagah kincir angin
Tanpa pesan esoknya Wilbur tiada dan membuat penginapan gempar karena lelaki yang mati di kamar dalam usia tuanya tanpa catatan, tanpa indentitas
di halaman belakang rumah ibadah itu di siapkan lelaki bersorban sebuah lubang
dan diberi catatan di sini telah berbaring lelaki tua pedagang kelontong yang tak dikenal namanya tapi semua penduduk akrab dengan barang kelontong yang dijajakan.
Wilbur tua istirahat abadi dalam pelukan halaman rumah ibadah tanpa memeluk kepercayaan untuk menyiasati dan mengurai kepelikan rahasia kehidupan dunia

LEGENDA MAKAM TUA DI HALAMAN RUMAH IBADAH TERBESAR KOTA

dalam catatan dinas pariwisata kota tempat ziarah yang terpopuler adalah makam tanpa nama hanya tertulis penjaja kelontong
penduduk kota sudah hafal benar informasi yang dicari pelancong baik mancanegara maupun domestic
pelancong menemukan sensasi cerita bohong tentang nenek moyang Wilbur
pedagang barang kelontong yang berjualan dari benua ke benua
menyinggah dermaga demi dermaga berbeda bangsa dan bahasa
membawa cerita tentang negeri empat musim dan kincir angin raksasa di sepanjang batas garis negeri

legenda itu jadi komoditi wisata yang paling meyakinkan mendatangkan kepeng demi kepeng hingga segenteng

PERJALANAN NASKAH BIOGRAFI SILSILAH WILBUR

saking banyaknya tempat wisata dan pelancong memburu cerita Wilbur
jadilah naskah tertulis dalam kertas koyak coklat tua menceritakan legenda
hampir semua kota memaknai gudang kelontong dan wanita berserta anak lelaki semata wayang jadi tokoh utama
tak pelak para pencari nama penjaja kelontong tua yang kemudian meninggal dan dimakamkan di halaman belakang rumah ibadah menjadi bumbu penyedap cerita yang tak lekang dimakan cuaca dan zaman
setiap rontal coklat tua itu difoto-kopi disalin ulang ditrasliterasikan jadilah desertasi ilmiah yang tak kering ditimba para penggila ilmu purba
mereka tidak hanya berhenti pada legenda
mereka terus meraih bentuk gudang berarsitektur bangunan masa itu
jejak barang kelontong yang disimpan
jenis ragam material barang kelontong yang belum mengenal plastik
barang itu rata-rata terbuat dari kayu atau batu
beberapa terbuat dari logam biasa hingga logam mulia

catatan itu makin menumpuk dengan tambahan cerita dari mulut ke mulut yang dikenal sebagai tradisi lisan yang hingga zaman modern ketika komunikasi tak mengenal batas menjadi short message service, twitter, facebook, blackberry, komputer tablet maupun sarana lain yang sudah tanpa kabel kecuali perangkat lunak canggih

PERANG NASKAH KUNO WILBUR

tiap negara yang terlintasi jejak jalan kelontong mengklaim menyimpan naskah kuno asli
naskah yang kecoklatan dimakan usia dan musim
tulisan yang tak terbaca dengan bahasa setempat
catatan yang mencatat nama-nama Wilbur dengan berbeda angka tahun

PERANGKAP LEGENDA

legenda Wilbur legenda surat wasiat tanpa titi mangsa
legenda lelaki penjaja kelontong yang diceritakan punya gudang
ditinggal gudang kelontong ditunggui perempuan dan anak lelaki semata wayang

setiap kota ada gudang segala macam barang termasuk kelontong
setiap kota menyimpan cerita perempuan yang ditinggalkan untuk menunggui gudang berteman anak lelaki semata wayang
setiap kota mencatat dalam rontal tua di simpan di museum
setiap penduduk tahu kalau kuburan tanpa nama kuburun lelaki penjaja kelontong yang meninggal di kamar penginapan dikuburkan oleh lelaki bersorban dengan memberi catatan pada makam tapi telah buram dimakan musim dan cuaca

catatan itu sering menjebak peneliti pada kebohongan pribadi yang melegenda seperti Wilbur

BERATUS BERIBU BERJUTA WILBUR MEBILURKAN NESTAPA

cerita lelaki bernama Wilbur telah melegenda menjadi buah bibir rakyat
mereka kenal betul tentang sasaran pertanyaan pergudangan perkelontongan
dengan bumbu penjaga perempuan dengan ditemani anak lelaki semata wayang

cerita lelaki bernama Wilbur tak akan terkubur
walau pencari dan yang dicari terkubur rapi tanpa nama
terletak mudah dikenali dan dicari di halaman rumah terbesar ibadah di kota itu

berulang kabar cerita burung menjelaskan sudah ratusan dan ribuan pencari jejak pedagang kelontong
senantiasa berterminal di ujung pusara tanpa nama
hanya keterangan selayaknya cerita rakyat dari mulut ke mulut disampaikan

WILBUR TEROR

senja kemarin televisi mengutip segala jejak teror
subuh ini diulang lagi berita basi tentang teror
entah siang hari haruskah makan siang berita teror?

sejak Jumat hingga Selasa ini memburu meracut membedah teror
masihkah gembong itu menciptakan teror dan teror?
berita televisi itu menjadi turunan sebuah bilangan terror

MAN HOLE
menyusuri jalan Wilbur sampai pada kota tua yang ditinggalkan penghuninya karena wabah penyakit
jalanan tertata rapi lengkap dengan gorong-gorong dan selokan bersih tanpa noda hitam
air meluncur mulus melalui jaringan irigasi kota yang dikenal sebagai kanal mungil drainage tempat segala limbah merayapi punggung dan gigir kota yang makin sunyi dengan ricik air jernih di terjunan yang menyembunyikan puisi. ketika kukejar waktu jeda di setiap titik pengkontrolan agar sampah tak terjerat dalam ikatan menggumpal. lubang itu kubang berpintu dengan berpuluh mata hisap susut segala meluap
di titik ini ada kekuasaan untuk membongkar penghambat arus. di lubang ini dikenal mata awas pada penyumbatan arus. air itu terus menyanyikan puisi purba tentang kota tanpa penghuni karena epidemi setelah segala macam lubang air tersumbat limbah manusia yang ngacir menuju negeri yang terjangkau polusi modernisasi.

Wilbur menatap lubang yang masih berfungsi itu.

No comments:

Post a Comment