Tuesday, November 29, 2011
Sunday, November 27, 2011
Muhammad Rois Rinaldi
GELANGGANG
wahai engkau anak tepi jalan
jika sudah menyangkut urusan perut
tak usah menatap heran seperti itu
mata-mata sudah menjadi buta
nurani ada pada lembaran uang
dan Tuhan, entah di kemanakan
ribuan anak digiring ke sekolah
dicekoki sejarah manusia purba
sedangkan dirimu menggiring hari
menatap kepurbaan manusia
meski penghuni istana berpesta atas dirimu
gunung-gunung itu masih menjulang tinggi
pundak keringmu mampu mengusung mimpi
ini hanya masalah pertarungan dan pertaruhan
antara menjual dan terjual dalam perdagangan
tak usah heran
bentang jalan masih sangat panjang
percayalah,
pada akhirnya kau yang akan menang
CILEGON-BANTEN
27-11-2011HUJAN
seorang wanita renta memutar-putar tasbih, penuh takjub hati tengadah penuh pada Tuhannya, di ruang yang lain seorang cucu memanggil neneknya, ketakutan, hujan menutup jendela, petir menyambar suara-suara.
HUJAN II ... ... ...
"kenapa hujan enggan menyentuhku?" tanyaku pada sepi
lantas dari seberang hujan kulihat gelap berlari cepat ke arahku
KELAK
kelak kau juga akan tahu, seperti apa rupa hatiku
ketika kau begitu semangat menggali kuburmu sendiri
KELAK II
di saat kau melintasi kota dan seluruh penghuni meludahimu
kau akan mengingatku
25/11/11/CILEGON
PERWAJAHAN NEGERI
tuan, telah tersuguh sesajen hati, ampela juga jantung
kemarilah, bawa darah segar juga airmata paling amis
silahkan naik podium, telah disiapkan kata-kata indah takkan ada yang berani memotong kalimatmu
majlis ini sudah seperti pemakaman
jangan lupa kata ganti "kami"
karena aku dan mereka ada di belakangmu
kau seret di jalan-jalan, memutari pemukiman
dan kardus tempat kami mendengkur
berpilarkan bendera-benderamu
wajah warna-warni menghiasi dinding kami
merah, sumpah serapah penuh luka
kuning, kemuning sawah kami
menjadi penyumbang istanamu
segenggam pun tak kau beri
kemarau di lambung perih!
biru, langit kami tuan
diselimuti awan hitam
dan putih?
kami nyaris buta warna!
majlis ini telah menjadi pemakaman suara
tempat menyajikan diri tanpa harga
silahkan dimulai, bacalah kalimatkalimat Tuhan
meski beraroma dusta, kita amini bersama
Serang - Banten
Komunitas Kalam Fatahillah
26-11-2011
wahai engkau anak tepi jalan
jika sudah menyangkut urusan perut
tak usah menatap heran seperti itu
mata-mata sudah menjadi buta
nurani ada pada lembaran uang
dan Tuhan, entah di kemanakan
ribuan anak digiring ke sekolah
dicekoki sejarah manusia purba
sedangkan dirimu menggiring hari
menatap kepurbaan manusia
meski penghuni istana berpesta atas dirimu
gunung-gunung itu masih menjulang tinggi
pundak keringmu mampu mengusung mimpi
ini hanya masalah pertarungan dan pertaruhan
antara menjual dan terjual dalam perdagangan
tak usah heran
bentang jalan masih sangat panjang
percayalah,
pada akhirnya kau yang akan menang
CILEGON-BANTEN
27-11-2011
HUJAN
seorang wanita renta memutar-putar tasbih, penuh takjub hati tengadah penuh pada Tuhannya, di ruang yang lain seorang cucu memanggil neneknya, ketakutan, hujan menutup jendela, petir menyambar suara-suara.
HUJAN II ... ... ...
"kenapa hujan enggan menyentuhku?" tanyaku pada sepi
lantas dari seberang hujan kulihat gelap berlari cepat ke arahku
KELAK
kelak kau juga akan tahu, seperti apa rupa hatiku
ketika kau begitu semangat menggali kuburmu sendiri
KELAK II
di saat kau melintasi kota dan seluruh penghuni meludahimu
kau akan mengingatku
25/11/11/CILEGON
PERWAJAHAN NEGERI
tuan, telah tersuguh sesajen hati, ampela juga jantung
kemarilah, bawa darah segar juga airmata paling amis
silahkan naik podium, telah disiapkan kata-kata indah takkan ada yang berani memotong kalimatmu
majlis ini sudah seperti pemakaman
jangan lupa kata ganti "kami"
karena aku dan mereka ada di belakangmu
kau seret di jalan-jalan, memutari pemukiman
dan kardus tempat kami mendengkur
berpilarkan bendera-benderamu
wajah warna-warni menghiasi dinding kami
merah, sumpah serapah penuh luka
kuning, kemuning sawah kami
menjadi penyumbang istanamu
segenggam pun tak kau beri
kemarau di lambung perih!
biru, langit kami tuan
diselimuti awan hitam
dan putih?
kami nyaris buta warna!
majlis ini telah menjadi pemakaman suara
tempat menyajikan diri tanpa harga
silahkan dimulai, bacalah kalimatkalimat Tuhan
meski beraroma dusta, kita amini bersama
Serang - Banten
Komunitas Kalam Fatahillah
26-11-2011
Thursday, November 24, 2011
Muhammad Rois Rinaldi
SAJAK PENANTIAN
pantai ini kawan, masih menyimpan keindahan
kita bisa berbicara tentang bulan purnama
tentang potongan bintang di jemari
atau tentang kunang-kunang
yang asyik menari-nari
tentang apa saja yang indah
sebelum pantai ini ditinggalkan
tapi mata terlanjur berprasangka
bertahun-tahun menyantap empedu
tanpa poros memutari labirin waktu
setiap pagi kita mandi bersama
dengan darah dan airmata
sebab terlalu lama menimang dusta
jauh memandang, menanti nahkoda pulang
di antara gulung ombak, harapan timbul tenggelam
CILEGON-BANTEN
19-11-2011
pantai ini kawan, masih menyimpan keindahan
kita bisa berbicara tentang bulan purnama
tentang potongan bintang di jemari
atau tentang kunang-kunang
yang asyik menari-nari
tentang apa saja yang indah
sebelum pantai ini ditinggalkan
tapi mata terlanjur berprasangka
bertahun-tahun menyantap empedu
tanpa poros memutari labirin waktu
setiap pagi kita mandi bersama
dengan darah dan airmata
sebab terlalu lama menimang dusta
jauh memandang, menanti nahkoda pulang
di antara gulung ombak, harapan timbul tenggelam
CILEGON-BANTEN
19-11-2011
SEBATAS KATA
sudah pukul tiga tepat dini hari,
angin berbisik padaku
“mereka bohong, sama seperti biasanya”
kupejamkan mata, bulu roma tegak berdiri
tengadah ke langit-langit perih
kuhisap rokok, kepulnya mengumpul dalam paru-paru
nampak wajah bangsa yang sedang kita bicarakan
berada di antara kepulan, hitam dan berlubang
perlahan suara-suara menjinjit langkah melarikan diri
sepi…
kubuka mata, tak ada siapa-siapa
hanya kibar lelah bendera di ujung tiang
di teras pendopo nampak kata-kata berserakan
tak satu pun dapat terbaca maknanya
CILEGON-BANTEN
19-11-2011
PERCUMBUAN KAPAL II
aku takkan percaya pada julur lidahmu yang membasahi bibirku
kendi itu telah menjadi misteri cinta di antara jejak pelarian
tahta yang kupertaruhkan dan kau letakkan di atas layar
sudah buta arah, sebab saksi kini telah tersembunyi
semenjak laut kehilangan ombak, birahi terkikis gerimis
muaramu tak sanggup kutebak, terkalang kabut di pelipis
hingga purna asa dalam penantian, gerimis kian menderas
hujan garam meliangi luka-luka, mengerang hampa tangis
kini kau mengalihkan angin ke arahku, membawa kapal
mengibarkan layar, penghianatanmu kekal dalam ingatan
dari jauh kau melambaikan tangan melempar senyuman
sebelum fajar datang dalam sebuah pertemuan
aku tengah merenangi kisah cinta bersama desah ombak
diam-diam di samudera yang tak pernah kau singgahi
CILEGON-BANTEN
19-11-2011
DAGELAN MAHASISWA
ayo kawan, nyalakan api perlawanan!
sebelum negeri menjadi tempat cuci kaki
tempat membuang kotoran para pencuri
najis! dada negeri sesak penuh janji
di sini, hanya ada pembohong
kita adalah saksi yang belum buta
mulut-mulut nganga di jalan utama
berhenti duduk manis membedah pustaka
menumpuk tanya lantas membuangnya
sebelum dibawa lari pemborong
almamater telah menjadi bendera
suara-suara dikumpulkan, menjadi slogan
dan kita terpendam di kampus-kampus
dalam kungkung buku-buku dan silabus
nyalakan api perlawanan!
orang-orang mulai bosan
pada warna almamater
pada suara kemajuan
:karena semua seperti dagelan
memuakkan!
CILEGON-BANTEN
11-2011
SEBELUM AKU TULI
aku masih bernyanyi,tarian belum terhenti
saksikanlah, aku menggelinjang sendiri
maka tertawalah, hingga aku tuli
tak lagi peduli pada caci maki
CILEGON-BANTEN
16-11-2011
BIANGLALA SEUSAI HUJAN
ibu
kutahu engkau ingin mengajukan pertanyaan
tentang kepak sayap yang membawaku terbang
tentang julang langit yang selalu aku impikan
tentang awan hitam yang kerap mengantarku pulang
kutahu, setiap malam engkau merayu Tuhan
tengadah di atas sajadah yang membasah
agar tangan-Nya segera menarikku dalam dekapan
seperti kala kecil, aku memainkan putingmu penuh cinta
ibu,
inilah masa yang tiada suka
detik-detik yang terajut seperti cuka
di antara manusia aku serupa primata
tak berani bersua meski hati berbicara
bila kau merindu,
pandangilah bianglala seusai hujan
ada airmataku yang mengaliri rumah kita
membasuh kakimu lalu bermuara di dadaku
ibu
kutahu engkau ingin mengajukan pertanyaan
dan senyum awan hitam adalah jawaban
malam semakin larut, tidurlah dengan tenang
mungkin esok aku takkan pulang, masih terbang
CILEGON-BANTEN
16-11-2011
DEMI MASA
demi masa Engkau bersumpah
kerugian adalah nyata di depan mata
tiada lumbung padi atau sekotak emas
yang melambungkan derajat azali
segalanya fana, dari tiada kembali tiada
demi masa engkau bersumpah
sombong bukan selendang manusia
meski meninggikan suara ketika fajar
akan gemetar dan patah
ketika senja menampakkan wujudnya
tundukku mengetuk pintu
bila masa yang dijanjikan datang
ruh dan raga ini akan meregang
tinggalah bangkai terbujur kaku
demi masa Engkau bersumpah
demi nama-Mu aku bersaksi
CILEGON-BANTEN
13 NOVEMBER 2011
SUARA DI TEPI JALAN
aku membatu di tepi jalan
terdengar irisan tangis membasah
merayapi aspal mendekat ke arahku
aku tertangkap, nyaris terbenam
ia berbisik padaku :
"inilah kenyataan yang tersembunyi"
tiba-tiba aku berada di dasar laut
tak ada ikan, terumbu karang meregang
tak kutemukan asin, tawar di hambar rasa
nafasku kian sesak, meluncur ke arah cahaya
tapi laut yang kucumbu dan busa putih
telah berhasil menculikku, entah kapan
:mungkin ketika aku tertidur
wajah-wajah silih bertandang
menyampaikan salam perpisahan
kupilin napas, hingga lilitan ke sekian
aku kembali di tepian jalan, lengang
hanya ada bisikan lirih di telinga
CILEGON 13-11-2011
SKETSA TELAGA
rupamu hilang dalam telaga
larung sudah segala asa
duduk di tepian masa
menunggu saatnya binasa
bening telaga terhenti di kaki gunung
bebatuan hitam semburat di mataku
hati dan dua burung di atas kepala
menjadi saksi penantian
kusenandungkan lagu cinta
dipetik nada kematian
bersama ranting yang patah
aku terjatuh ke pelukan tanah
CILEGON-BANTEN
12-11-2011
Andika Rifan Gozali
LIHATLAH...!!!!
Saudaraku....
lihatlah muka bisu para pemulung
lihatlah hati mati para politisi
lihatlah tangan penuh uang para pengadil
lihatlah tatapan kosong sarjana muda
lihatlah hutan menjadi lahan
lihatlah petani menelan jerami
lihatlah buruh melamunkan PHK
lihatlah balita mengganti dotnya dengan sebatang rokok
Saudaraku....
Ketika kau melihat semua itu
Putuskanlah
Apakah kau ingin membutakan mata
atau menajamkannya...Di ujung parkir bandara
seorang supir taksi
melamunkan masa depannya
yang akan terenggut sebentar lagi
Di ujung desa Camar Bulan
seorang petani karet
melamunkan masa lalunya
memimpikan bau aspal goreng yang tertunda
Di ujung meja kerja
seorang menteri
mencoretkan tinta hitam
pertanda sah sebuah proyek besar
kereta langsung ke bandara
Dari ujung ke ujung Indonesia
Rakyat mulai sadar...
ternyata Indonesia hanyalah sekecil itu
Sekecil kota bernama jakarta
REVOLUSI KECIL
Akhirnya terjadi
setelah lama dinanti
momentum disintegrasi pergerakan rakyat revolusi
Lihatlah jerit merdeka papua
Rasakan tawa bebas camar bulan
Dan dengarlah suara lantang buruh tangerang
Kurasa
tidak lama lagi
akan penuh kejutan di negeri ini
...
Saudaraku....
lihatlah muka bisu para pemulung
lihatlah hati mati para politisi
lihatlah tangan penuh uang para pengadil
lihatlah tatapan kosong sarjana muda
lihatlah hutan menjadi lahan
lihatlah petani menelan jerami
lihatlah buruh melamunkan PHK
lihatlah balita mengganti dotnya dengan sebatang rokok
Saudaraku....
Ketika kau melihat semua itu
Putuskanlah
Apakah kau ingin membutakan mata
atau menajamkannya...
Di ujung parkir bandara
seorang supir taksi
melamunkan masa depannya
yang akan terenggut sebentar lagi
Di ujung desa Camar Bulan
seorang petani karet
melamunkan masa lalunya
memimpikan bau aspal goreng yang tertunda
Di ujung meja kerja
seorang menteri
mencoretkan tinta hitam
pertanda sah sebuah proyek besar
kereta langsung ke bandara
Dari ujung ke ujung Indonesia
Rakyat mulai sadar...
ternyata Indonesia hanyalah sekecil itu
Sekecil kota bernama jakarta
seorang supir taksi
melamunkan masa depannya
yang akan terenggut sebentar lagi
Di ujung desa Camar Bulan
seorang petani karet
melamunkan masa lalunya
memimpikan bau aspal goreng yang tertunda
Di ujung meja kerja
seorang menteri
mencoretkan tinta hitam
pertanda sah sebuah proyek besar
kereta langsung ke bandara
Dari ujung ke ujung Indonesia
Rakyat mulai sadar...
ternyata Indonesia hanyalah sekecil itu
Sekecil kota bernama jakarta
REVOLUSI KECIL
Akhirnya terjadi
setelah lama dinanti
momentum disintegrasi pergerakan rakyat revolusi
Lihatlah jerit merdeka papua
Rasakan tawa bebas camar bulan
Dan dengarlah suara lantang buruh tangerang
Kurasa
tidak lama lagi
akan penuh kejutan di negeri ini
...
Amien Prop
SKETSA JELATA
ufuk timur, langit terbelah. embun menguap lindap. kabut berganti kepul asap dapur.
di atas tungku, ibu-ibu tengah menanak batu. menunggunya matang, sambil menyeka airmata anaknya yang berlinang.
''emak..saya lapar..'' rintihnya pilu.
perut mereka kosong, mimpi si anak gosong ; terpanggang matahari.
prop @ rembang, 23nop2011
ufuk timur, langit terbelah. embun menguap lindap. kabut berganti kepul asap dapur.
di atas tungku, ibu-ibu tengah menanak batu. menunggunya matang, sambil menyeka airmata anaknya yang berlinang.
''emak..saya lapar..'' rintihnya pilu.
perut mereka kosong, mimpi si anak gosong ; terpanggang matahari.
prop @ rembang, 23nop2011
Jack Waluya Angurbaya
Dan Dia adalah Hu
Dan lihatlah aksara itu
Ia tak bisa berbicara, namun ia ada
Mampukah jari-jemarimu melukisnya
lengkap dengan pasangan serta sandangannya
Ha Na Ca Ra Ka
Ia menyimpan makna di setiap bentuknya
Engkau saling taling tarung hingga terbentuk dhirga
Da Ta Sa Wa La
Terkadang engkau harus memangku yang lain
Namun, kematianlah yang diharapkan oleh sang pemangku
Aku memasangkan suku pada Ha-ku,
Lalu aku menyebutnya Hu...
Secara lirih
Indah, hati terasa bergetar
Saat aku rapal Hu, dalam keheningan
Dia adalah Hu,... itu...
Jakarta, 24 November 2011
Dan lihatlah aksara itu
Ia tak bisa berbicara, namun ia ada
Mampukah jari-jemarimu melukisnya
lengkap dengan pasangan serta sandangannya
Ha Na Ca Ra Ka
Ia menyimpan makna di setiap bentuknya
Engkau saling taling tarung hingga terbentuk dhirga
Da Ta Sa Wa La
Terkadang engkau harus memangku yang lain
Namun, kematianlah yang diharapkan oleh sang pemangku
Aku memasangkan suku pada Ha-ku,
Lalu aku menyebutnya Hu...
Secara lirih
Indah, hati terasa bergetar
Saat aku rapal Hu, dalam keheningan
Dia adalah Hu,... itu...
Jakarta, 24 November 2011
Boedi Ismanto SA
SEMUT-SEMUT
bukan saja untuk tetap menjaga kekeluargaan,
berhenti sejenaknya semut setiap berpapasan -
mengabarkan kebaikan berbagi.
RAMA-RAMA
tahu, bukan, nama alias kupu-kupu? rama-rama.
sekali pun beda huruf-hurufnya - tetap terbaca,
terdengar kelembutannya.
CAPUNG-CAPUNG
capung sangat mencintai sayapnya.
sebab menjaganya bahkan dalam tidur lelapnya.
terentang, terbang tiap datang penggoda.
BELALANG-BELALANG
apa betul, belalang merusak pohon dan tanaman?
padahal, tak makan sampai akar-akarnya,
seperti para manusia menelannya.
IKAN-IKAN
jam berapakah ikan tidur. mata tak pernah pejam,
bahagia sekali menikmati dunianya.
sayang berakhir pada kail pada jala.
(Yogyakarta, 251111)MENDENGAR PAGI
tak jelas benar apa yang kudengar setiap pagi. tapi yakin
ayat-ayat suci. tak putus dibaca, seperti juga di belahan lain dunia.
(Yogyakarta, 211111)
KUPU-KUPU
Aku banyak belajar kehalusan dan kelembutan dari kupu-kupu.
Tapi aku rasa aku tak mampu. Ia begitu halus dan lembut
apalagi bisa terbang, sedang aku tetap kasar dan tak santun.
Selain hanya dapat berjalan kaki.
Aku pun belajar dan ia mengajar keindahan yang juga kusuka.
Dengan kelemah gemulaian sayapnya ia ternyata senantiasa
berhasil mencapai tujuan. Menemukan bunga-bunga manis
di taman bahkan di hutan.
Tapi aku tak putus asa. Terus mencari tahu agar hati
yang mengatur semua gerak berubah dan tunduk
kepada kehendak ilahiyah. Pasrah dalam hidup dan kehidupan,
untuk dibentuk sesuai kejadian. Menerima apa adanya
dan bersyukur atas anugrah pemberian Tuhan.
Betapa sakit berontak dan melawan keadaan. Memeranginya
habis-habisan namun lebih sering kalah dan tidak berdaya.
Ketimbang tampil sebagai pemenangnya tiap kapan dan dimana.
Kupu-kupu teruji sejak menjadi telur, ulat dan kepompong.
Bermalam bersiang bolong.
(Yogyakarta, 151111)
KAWAN YANTO
Yanto bisa juga menangis meski tidak bersuara. Ia, tetangga satu RW beda RT di perumahan, yang juga saudagar cukup besar di pasar, kemarin-kemarin malam berujar: Pedagang-pedagang kecil di kanan kirinya, tidak setiap hari mendapat untung dari hasil penjualan barang-barangnya. Sejak sebelum subuh hingga menjelang senja. Terkadang atau bahkan sering, apa yang dibawanya harus laku hari itu. Betapa pun merugi. Agar bisa kulakan esok hari dan tidak membawa pulang dagangannya kembali.
"Mengenaskan sekali, Pak," katanya, "Itu belum termasuk macam-macam retribusi juga pungli. Baik dari preman berseragam atau pun preman-preman sangar dengan dalih untuk kontribusi kota selain keamanan pula.
Terang saja, mereka hidup dari hutang ke hutang rentenir yang menawarkan pinjaman disitu. Makanya alangkah muak saya setiap kali lihat Menteri ketawa ketiwi di televisi. Dan tak bisa bayangkan bagaimana mereka di akhirat nanti."
(Yogyakarta, 81111)
RINDUMU
Apa sebenarnya rindu. Apakah sejenis penyakit menahun
yang sangat mengganggu ketika kambuh dan sangat
merisaukan hatimu. Atau siklus demam yang ketika kemarau
berlalu dan penghujan menggantikannya kau ambruk
diatas pembaringan dengan segenap rasa ngilu. Lalu mulai suka
mengigau dan ngomong sendiri disitu?
Rindu yang masih kerabat cinta memang tak jarang tanpak aneh
apalagi malam hari. Ia sering berulah mengajak terbang
padahal kita tidak bersayap. Ia pun kadang bikin mabuk kepayang.
Mencekoki kita berbotol-botol kenang. Meminta kita menjadi ikan
dan berenang dan menyelam padahal kita tidak berinsnang.
Siapa pula sebenarnya rindu. Rindu ialah orang gila yang kau tiru.
Bugil di jalanan dan berteriak tanpa malu memanggil-manggil
jiwanya yang kosong dan terbuang. Terseok-seok menapaki
tiap jengkal masa lalu, yang takkan pernah bisa kembali
sebab yang kau rindu, adalah dirimu yang kesepian dan terlupakan.
(Yogyakarta, 71111)
SAJAK PERPISAHAN - Puisi Erick Indranatan
Kita dengar denting suara senja dan gugur malam ke daun daun
Kita dengar lagu kabut di bukit cemara
Kita dengar seruling duka gembala di padang
ketika rumput telah bersih dari bianglala
kembali tenggelam ke biru gelombang laut yang jauh
mengembara menampakkan cakrawala.
Lalu malam. Rawan memperbahasa. Kita berdua
Masing-masing menatap cahaya bintang
Hanya bintang itu saja, kekasihku, mahligai yang tersempurnakan
oleh tangismu. Dan angin yang lewat
Mencatat. Dan kunang-kunang berangkat
Menghindarkan saat senyap
Lalu kita ucapkan selamat tinggal.
Yogyakarta, 1974
KETIKA SUNYI KEMBALI
Ketika sunyi datang kembali, entah dari mana ia
selama ini - tapi kehadirannya sangat terasa
di dalam hati, aku, hanya diminta mendengar suaranya. Katanya supaya aku tak lagi pernah lupa padanya,
karena ia akan selalu menjumpaiku dan mengingatkan -
kapan dan dimana.
Suara sunyi tak lain suara hati. Gampang hilang
sebab kalah keras dengan suara mulut, suara tenggorokan,
suara dada bahkan suara perut sekali pun. Yang sering
nyaring bunyinya.
Lagipula suara hati toh memang tak terekam panca indera.
Lantaran ia yang ke enam dan sulit diputar ulang. Ia lirih
setelah kota-kota kian bising dan berebut menelan
mentah-mentah manusia. Dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Ia rendah di telinga yang sekarang maunya menangkap apa saja
meski sayang tak mampu menyaringnya.
Ketika sunyi datang kembali, camkan. Bahwa kejujuran tidak bisa
berbohong dan hanya berbisik untuk kemanusiaan yang bukan main
berisik dan sok pelik.
(Yogyakarta, 21111)
bukan saja untuk tetap menjaga kekeluargaan,
berhenti sejenaknya semut setiap berpapasan -
mengabarkan kebaikan berbagi.
RAMA-RAMA
tahu, bukan, nama alias kupu-kupu? rama-rama.
sekali pun beda huruf-hurufnya - tetap terbaca,
terdengar kelembutannya.
CAPUNG-CAPUNG
capung sangat mencintai sayapnya.
sebab menjaganya bahkan dalam tidur lelapnya.
terentang, terbang tiap datang penggoda.
BELALANG-BELALANG
apa betul, belalang merusak pohon dan tanaman?
padahal, tak makan sampai akar-akarnya,
seperti para manusia menelannya.
IKAN-IKAN
jam berapakah ikan tidur. mata tak pernah pejam,
bahagia sekali menikmati dunianya.
sayang berakhir pada kail pada jala.
(Yogyakarta, 251111)
MENDENGAR PAGI
tak jelas benar apa yang kudengar setiap pagi. tapi yakin
ayat-ayat suci. tak putus dibaca, seperti juga di belahan lain dunia.
(Yogyakarta, 211111)
KUPU-KUPU
Aku banyak belajar kehalusan dan kelembutan dari kupu-kupu.
Tapi aku rasa aku tak mampu. Ia begitu halus dan lembut
apalagi bisa terbang, sedang aku tetap kasar dan tak santun.
Selain hanya dapat berjalan kaki.
Aku pun belajar dan ia mengajar keindahan yang juga kusuka.
Dengan kelemah gemulaian sayapnya ia ternyata senantiasa
berhasil mencapai tujuan. Menemukan bunga-bunga manis
di taman bahkan di hutan.
Tapi aku tak putus asa. Terus mencari tahu agar hati
yang mengatur semua gerak berubah dan tunduk
kepada kehendak ilahiyah. Pasrah dalam hidup dan kehidupan,
untuk dibentuk sesuai kejadian. Menerima apa adanya
dan bersyukur atas anugrah pemberian Tuhan.
Betapa sakit berontak dan melawan keadaan. Memeranginya
habis-habisan namun lebih sering kalah dan tidak berdaya.
Ketimbang tampil sebagai pemenangnya tiap kapan dan dimana.
Kupu-kupu teruji sejak menjadi telur, ulat dan kepompong.
Bermalam bersiang bolong.
(Yogyakarta, 151111)
KAWAN YANTO
Yanto bisa juga menangis meski tidak bersuara. Ia, tetangga satu RW beda RT di perumahan, yang juga saudagar cukup besar di pasar, kemarin-kemarin malam berujar: Pedagang-pedagang kecil di kanan kirinya, tidak setiap hari mendapat untung dari hasil penjualan barang-barangnya. Sejak sebelum subuh hingga menjelang senja. Terkadang atau bahkan sering, apa yang dibawanya harus laku hari itu. Betapa pun merugi. Agar bisa kulakan esok hari dan tidak membawa pulang dagangannya kembali.
"Mengenaskan sekali, Pak," katanya, "Itu belum termasuk macam-macam retribusi juga pungli. Baik dari preman berseragam atau pun preman-preman sangar dengan dalih untuk kontribusi kota selain keamanan pula.
Terang saja, mereka hidup dari hutang ke hutang rentenir yang menawarkan pinjaman disitu. Makanya alangkah muak saya setiap kali lihat Menteri ketawa ketiwi di televisi. Dan tak bisa bayangkan bagaimana mereka di akhirat nanti."
(Yogyakarta, 81111)
RINDUMU
Apa sebenarnya rindu. Apakah sejenis penyakit menahun
yang sangat mengganggu ketika kambuh dan sangat
merisaukan hatimu. Atau siklus demam yang ketika kemarau
berlalu dan penghujan menggantikannya kau ambruk
diatas pembaringan dengan segenap rasa ngilu. Lalu mulai suka
mengigau dan ngomong sendiri disitu?
Rindu yang masih kerabat cinta memang tak jarang tanpak aneh
apalagi malam hari. Ia sering berulah mengajak terbang
padahal kita tidak bersayap. Ia pun kadang bikin mabuk kepayang.
Mencekoki kita berbotol-botol kenang. Meminta kita menjadi ikan
dan berenang dan menyelam padahal kita tidak berinsnang.
Siapa pula sebenarnya rindu. Rindu ialah orang gila yang kau tiru.
Bugil di jalanan dan berteriak tanpa malu memanggil-manggil
jiwanya yang kosong dan terbuang. Terseok-seok menapaki
tiap jengkal masa lalu, yang takkan pernah bisa kembali
sebab yang kau rindu, adalah dirimu yang kesepian dan terlupakan.
(Yogyakarta, 71111)
SAJAK PERPISAHAN - Puisi Erick Indranatan
Kita dengar denting suara senja dan gugur malam ke daun daun
Kita dengar lagu kabut di bukit cemara
Kita dengar seruling duka gembala di padang
ketika rumput telah bersih dari bianglala
kembali tenggelam ke biru gelombang laut yang jauh
mengembara menampakkan cakrawala.
Lalu malam. Rawan memperbahasa. Kita berdua
Masing-masing menatap cahaya bintang
Hanya bintang itu saja, kekasihku, mahligai yang tersempurnakan
oleh tangismu. Dan angin yang lewat
Mencatat. Dan kunang-kunang berangkat
Menghindarkan saat senyap
Lalu kita ucapkan selamat tinggal.
Yogyakarta, 1974
KETIKA SUNYI KEMBALI
Ketika sunyi datang kembali, entah dari mana ia
selama ini - tapi kehadirannya sangat terasa
di dalam hati, aku, hanya diminta mendengar suaranya. Katanya supaya aku tak lagi pernah lupa padanya,
karena ia akan selalu menjumpaiku dan mengingatkan -
kapan dan dimana.
Suara sunyi tak lain suara hati. Gampang hilang
sebab kalah keras dengan suara mulut, suara tenggorokan,
suara dada bahkan suara perut sekali pun. Yang sering
nyaring bunyinya.
Lagipula suara hati toh memang tak terekam panca indera.
Lantaran ia yang ke enam dan sulit diputar ulang. Ia lirih
setelah kota-kota kian bising dan berebut menelan
mentah-mentah manusia. Dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Ia rendah di telinga yang sekarang maunya menangkap apa saja
meski sayang tak mampu menyaringnya.
Ketika sunyi datang kembali, camkan. Bahwa kejujuran tidak bisa
berbohong dan hanya berbisik untuk kemanusiaan yang bukan main
berisik dan sok pelik.
(Yogyakarta, 21111)
Wednesday, November 2, 2011
Boedi Ismanto SA

KETIKA SUNYI KEMBALI
Ketika sunyi datang kembali, entah dari mana ia
selama ini - tapi kehadirannya sangat terasa
di dalam hati, aku, hanya diminta mendengar suaranya.
Katanya supaya aku tak lagi pernah lupa padanya,
karena ia akan selalu menjumpaiku dan mengingatkan -
kapan dan dimana.
Suara sunyi tak lain suara hati. Gampang hilang
sebab kalah keras dengan suara mulut, suara tenggorokan,
suara dada bahkan suara perut sekali pun. Yang sering
nyaring bunyinya.
Lagipula suara hati toh memang tak terekam panca indera.
Lantaran ia yang ke enam dan sulit diputar ulang. Ia lirih
setelah kota-kota kian bising dan berebut menelan
mentah-mentah manusia. Dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Ia rendah di telinga yang sekarang maunya menangkap apa saja
meski sayang tak mampu menyaringnya.
Ketika sunyi datang kembali, camkan. Bahwa kejujuran tidak bisa
berbohong dan hanya berbisik untuk kemanusiaan yang bukan main
berisik dan sok pelik.
(Yogyakarta, 21111)
HUJAN TURUN DI KOTAMU
Beberapa kali, hujan tak jadi turun tapi turun di kotamu.
Namun, aku tetap berprasangka baik, juga kepadamu.
Sebab saat kau kedinginan, panasku menghangatkanmu.
DI SENAYAN
Ia nikmati potong rambutnya meski telinga
ikut dirapikan. Harapannya tumbuh kembali
dan bisa mendengar gumam sekali pun.
(Yogyakarta, 291011)
SURAT TERKIRIM
Aku telah menulis surat untukmu,
kuikatkan kaki merpati yang kulepas pagi tadi.
Itulah aku yang asing dan tak kau kenal.
YOGYA OKTOBER
Mah, tahu Yogya sepanas apa?
Tempe dan pisang goreng.
Mereka saling goda di depan
si hitam kopi itu sampai kacang rebus
cemburu dan berseru: Aku cinta kepadamu!
(Yogyakarta, 301011)
PUISI ANAK KUCING
Ada warga baru, 4 anak kucing bermata biru.
Tapi bukan tentang lucunya kuingin berkabar,
melainkan itu bukti yang akbar.
KAMI
Aku matahari dan ia rembulan. Anak-anakku bintang-bintang
bertebaran. Kami bisa damai dan indah tanpa benturan, katanya.
JANGAN CARI AKU
Jangan cari aku di Malioboro.
Aku sudah berumah dalam kalimat.
Yang telah kususun dari kata
dan banyak, tanda-tanda baca.
CEMBURU
Dia lucu saja. Dan aku suka, katanya.
Kalau pas ngambek, karena cemburu, pasti
menarik selimutnya sampai menutup kepala.
PUISI CELANA PENDEK
Ia baru tahu sekarang mengapa celana pendeknya
gampang berlubang. Ternyata kekasih tersayang,
suka memakainya diam-diam.
TAHI LALAT
Tahi lalat diatas bibirnya jatuh dan ia jadi pendiam.
Tapi jadi lebih sexy seperti es apokat campur kopi sedikit coklat.
(Yogyakarta, 311011)
Hao Hakeng
"SAAT BERPISAH DENGAN CINTA"
Semua orang pasti mengenal cinta
Disaat cinta itu hadir didalam kalbu
Perasaan itu tersembunyi tanpa ada yang tahu
Cinta menyimpan arti tersembunyi didalamnya
Cinta selalu membuat seseorang bahagia
Kita tak pernah tahu kapan cinta itu datang
Cinta selalu menghadirkan rasa bahagia dan ketenangan jiwa
Cinta pula yang menghadirkan luka dan duka dihati seseorang
Disaat aku dan kamu akan berpisah
Aku merasakan sakit didada
Hidupku terasa berat tuk dijalani
Kukan selalu merindukanmu
Kapankah kita kan berjumpa lagi?
Apakah kita akan berjumpa lagi?
Disetiap detik waktuku
Aku selalu memikrkanmu
Disaat aku mengenalmu
Disaat itu pula kau pergi tinggalkan aku
Apakah kau merasakan hal yg sama?
Apakah ini yang dinamakan cinta?
Aku sangat ingin berjumpa denganmu
Apabila kita berjumpa lagi
Aku kan lampiaskan rinduku padamu
Kukan dekap tubuhmu erat tubuhmu dan takan ku lepas
"Mencari Cinta"
sepanjang perjalanan hidupku, tak ku temukan arti cinta yang sesungguhnya.
ku buka seluruh pintu ruang hatiku, tetap tak kutemukan cinta disana.
ku simak kembali lembaran demi lembaran kertas hidupku, tak jua ku temukan cinta.
kemudian aku berfikir, mungkinkah cinta itu bersembunyi dariku.
tapi mengapa dia bersembunyi……..??
mungkinkah karna aku hanya manusia hina yang di penuhi hawa nafsu.
tak ada cinta juga tak ada rindu…….
tak pernah kumerasa berat untuk berpisah dengan siapapun.
hingga sesaat ku merasa hatiku hampa dan kosong.
lorong waktu yang ku jalani kini, entah di mana ujungnya……..??
tak kurasakan hembusan angin semilir yang menerpa tubuhku.
yang kurasa hanya panas jiwa ini, menggeliat kehausan akan rasa.
namun ku tetap berjalan dan terus mencari jawaban atas semua pertanyaan.
hingga kutemui beberapa kisah tentang rasa yang sesungguhnya tak bernama.
dia, kamu dan anda yang bernama kekasih hatiku, siapakah mereka?
adakah mereka membawa yang namanya CINTA………??
mereka datang dan kemudian pergi, tanpa ku tau kemana.
hingga satu persatu tentang mereka terlupakan begitu saja.
adakah yang kemudian datang membawa cinta yang sesungguhnya…..??
bukan hanya hawa nafsu ,yang tanpa diberipun telah ada dalam jiwaku.
untuk dia,kamu dan anda…………datanglah dengan apa yang ku butuhkan.
hingga ku tak perlu mencari dan bertanya kemana CINTA bersembunyi.
hingga ku bisa merasa bahagia karna jatuh CINTA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Sunday, October 30, 2011
WILBUR (Lanjutan)
PAGI BISU WILBUR MUDA 1
pagi ini dalam temaram surya di bumi Serambi Mekah diciumnya tangan ibunda mohon restu
pagi ini dalam temaram surya di bumi Serambi Mekah diciumnya tangan ibunda mohon restu
memburu jejak pedagang kelontong yang tak berkabar lebih dari tiga windu
Wilbur Muda menenteng buntelan sekedar bekal dan catatan barang yang ada di gudang
ditumpangi kereta siapa saja yang menuju perjalan sepanjang Swarnadwipa hingga berujung di ujung timur Jawadwipa
selamat jalan, anaku semata wayang
setelah kau terbelenggu selsilah bisu
setelah pijatan demi pijatan dan sayatan peristiwa
hari ini kau selesaikan tugas mencari jejak samar bapakmu
ya Robb lindungilah perjalanan anakku semata wayang mencari jejak purbanya
terangkanlah jalan dan berikan isyarat yang nyata
selamat jalan anakku
kami di sini semua senatiasa tak lekang doa mengiring langkahmu
hingga kau tenukan jejak yang pasti
pagi ini burung masih tetap berkicau
tapi kerisauan keluarga akan terjawab
WILBUR MUDA MENCARI WILBUR TUA
masa berputar pada edar yang sama dengan jejak bulan dan matahari
masa menimbulkan musim berganti dengan cerita berulang tapi beda tokoh
berpikir tentang masa silam mengingat jejak pedagang kelontong yang hinggap di setiap wilayah bandar dengan gudangnya yang gagah
dijaga perempuan dengan anak lelaki semata wayang di tengarai sebagai Wilbur
Wilbur muda yang juga menjajakan kelontong mulai mencari jejak lelaki terdahulu dengan panggilan sama
setiap rumah ibadah tersinggahi meninggalkan cerita legenda penjaja kelontong mirip dirinya hanya beda usia
setiap lelaki bersorban bercerita tentang makam tanpa nama tanpa nisan pertanda bahwa dia pemeluk kepercayaan rumah ibadah itu
Wilbur muda mencoba membaca peta gudang dan bertemu perempuan penjaga dan juga mengenalkan anak lelaki semata wayang manakala singgah pada kota ramai pedagang
Wilbur muda mulai mengerti kenapa selalu ada gudang kelontong ditunggui perempuan dengan anak lelaki semata wayang sebagaimana dirinya yang juga ditinggal ayah penjaja kelontong gudang dan ibu yang menyayanginya
setiap gudang di kota dengan penjaga perempuan dan anak lelaki semata wayang membisikkan nama Wilbur seperti dirinya setiap saat yang menyebabkan dia menyimpan nama Wilbur dalam kantung bekal tanpa kelihatan setiap wanita penjaga gudang dengan anak lelaki semata wayang walaupun perempuan-perempuan itu seperti terkesima diawalnya kemudian menepis ketermehekannya dengan perbedaan usia diangannya tentang lelaki yang menuju ke timur dengan tongkat kepala naga menjajakan barang kelontong
Wilbur muda mendapati dirinya tentu setengah saudara dengan anak lelaki semata wayang yang senantiasa menemani perempuan penjaga gudang kelontong di setiap kota yang ditemui dalam pengembarannya mencari jejak lelaki ayahnya bernama Wilbur lelaki penjaja kelontong
WILBUR MUDA MENEMUKAN GUDANG KELONTONG TERENOVASI
Wilbur muda telah sampailah pada gudang kelontong tanpa penjaga
gudang kelontong yang baru selesai di pugar
gudang kelontong tanpa aroma jejak pejaja kelontong tua
Wilbur muda mulai bertanya pemilik gudang renovasi
gudang tak terisi barang kelontong
gudang yang sejenis gudang milik ibunya
gudang kelontong mirip gudang yang dijaga perempuan dengan anak lelaki semata wayang
Wilbur mencoba mencari pemilik gudang
pemilik gudang merenovasi untuk menyimpan barang yang akan segera dikirim
pemilik gudang itu perempuan muda seusianya
perempuan itu berdagang apa saja yang dihasilkan tanah Nusantara
dikirim ke berbagai negeri termasuk negeri Cina dan yang terjauh Tanduk Benua
Wilbur menemui perempuan muda seusianya menanyakan pemilik sebelumnya
pemiliknya telah pindah ke lain kota
kata berita seorang penjaja kelontong tua yang kemudian meninggal di kamar penginapan jenazahnya dikuburkan tetua desa dan lelaki bersorban di halaman belakang rumah ibadah di dekat alun-alun kota
Wilbur berjanji akan menemui kembali perempuan muda usia pemilik gudang seusai mendapatkan pusara penjaja kelontong tua
lelaki bersorban yang ditemui pertama menggeleng tanda tidak mengenal dan paham
penjaga kuburan itu lelaki renta dengan sakit encok yang menahun hanya memberi tanda sudah puluhan tahun yang lalu
Wilbur muda menemui jalan buntu berita kabar informasi pusara tua tanpa nama, sedang catatan yang dibuat lelaki bersorban dulu telah pudar musnah dimakan musim
Wilbur muda berjalan kembali menyusuri kota dengan harapan menemui perempuan seusianya
BERMULA DARI SERAMBI MEKAH NUSANTARA
sekembali Wilbur Muda dari perjalanan menyusuri jejak moyangnya
segera ditemuinya imam masjid untuk menyatakan kesediaan menuju tanah suci Mekah
menggenapi syariat Islam yang ke lima menjadi tamu di tanah haram
berbekal keyakinan yang dimiliki sejak kecil dan bersama ibunya mempersiapkan
lahir batin dan segenap kekuatan serta mohon pamit para handai taulan juga tetangga
menitipkan rumah, gudang serta beberapa keluarga yang masih tinggal di sekitar pergudangan
Wilbur membelitkan baju ihram tanpa jahitan dan menenteng bawaan mengandeng ibu mengikut barisan
menuju perut kapal yang siap angkat jangkar dan menuju tanah suci tempat umat Islam berhaji
tak lupa dia memesan kerabatnya jika ada seseorang muda lain bernama Wilbur menanyakan tongkat naga
supaya tongkat bersepuh emas itu diserahkan dengan harapan menyambung rasa persaudaraan
Wilbur menenggok selintas tanah rencong yang telah dimaknai sebagai tanah tumpah darah
ibunya melambaikan tangan pada kerabatnya yang menyemut di tepian pagar dermaga
kapal bersuit keras dan menggoyangkan tubuhnya meloncati ombak demi ombak menuju laut lepas
dalam hitungan dupuluhlima hari kapal menyusuri tepian tanah berbagai bangsa dan bahasakadang singgah di dermaga mengisi bahan bakar maupun air tawar
tak lupa juga barang hasil bumi selain beras penambah bekal penumpang
tak henti-hentinya mereka melantunkan: labbaika allahhumma labbaik, labbaikka la syarikalaka labbaik, inalhamda wanni’mata laka walmulka la syarikalak
BERMULA DARI SERAMBI MEKAH NUSANTARA
sekembali Wilbur Muda dari perjalanan menyusuri jejak moyangnya
segera ditemuinya imam masjid untuk menyatakan kesediaan menuju tanah suci Mekah
menggenapi syariat Islam yang ke lima menjadi tamu di tanah haram
berbekal keyakinan yang dimiliki sejak kecil dan bersama ibunya mempersiapkan
lahir batin dan segenap kekuatan serta mohon pamit para handai taulan juga tetangga
menitipkan rumah, gudang serta beberapa keluarga yang masih tinggal di sekitar pergudangan
Wilbur membelitkan baju ihram tanpa jahitan dan menenteng bawaan mengandeng ibu mengikut barisan
menuju perut kapal yang siap angkat jangkar dan menuju tanah suci tempat umat Islam berhaji
tak lupa dia memesan kerabatnya jika ada seseorang muda lain bernama Wilbur menanyakan tongkat naga
supaya tongkat bersepuh emas itu diserahkan dengan harapan menyambung rasa persaudaraan
Wilbur menenggok selintas tanah rencong yang telah dimaknai sebagai tanah tumpah darah
ibunya melambaikan tangan pada kerabatnya yang menyemut di tepian pagar dermaga
kapal bersuit keras dan menggoyangkan tubuhnya meloncati ombak demi ombak menuju laut lepas
KAPAL MERAPAT DI DERMAGA JEDDAH
dengan mengucap syukur para penziarah rombongan haji asal Serambi Mekah Nusantara sujud mencium bumi
berbaris rapi menuju sebuah pemondokan sementara untuk merapikan pakaian ihram
makan secukupnya dan bersiap dengan buntelan bekal menuju kendaraan darat selanjutnya
tak reda mulutnya bergumam nama sang khalik teriakan syukur pujian atas kemegahan dan keperkasaanNya
ada sebagian yang menggunakan onta ataupun kereta kuda bahkan menyemut ribuan pejalan kaki
menuju tanah haram Mekah Al Mukaromah dengan tujuan satu menunaikan rukun Islam ke lima
dermaga segera sunyi dan kapal segera bertolak menjemput jemahaan yang lain di bibir pantai Nusantara
Wilbur Muda tersuruk melangkah bersama jemaah lain sambil mengandeng erat tangan ibunya melangkah guyuh
bibirnya tak lekang dengan ucapan kalimah toyibah dan sang ibu menimpali dengan suara lirih kalimat-kalimat suci
yang dihapal sejak gadis sebelum ketemu penjaja barang keontong menganugrahi anak semata wayang serta gudang
Wilbur Muda menatap lautan padang pasir yang tak berbatas
pandangannya makin mantap dengan gerakan ritmis dan kemikan doa bersama penziarah
bermacam warna kulit bangsa dan bahasa hanya termaknai satu kata
mengagungkan nama ilahi menyeru namaNya dan menyukuri nikmatNya
barisan itu tak lelah-lelahnya berjalan rapi menuju kabah
tak lepas kata salam terucap manakala bersua jemaah manca negara
bersama berderap menuju keridhoan sang maha pengauasa alam
Wilbur Muda semakin kukuh menjejakkan langkahnya
catatan itu disimpan di museum dengan dilengkapi ruang pendingin dan kaca anti peluru takut-takut para pemburu naskah kuno pelegenda penjaja kelontong merampok paksa bersenjata otomatik modern
kepercayaan sementara khalayak naskah lontar kuno pernah dipakai membungkus gorengan di kesibukan kota yang riuh memburu warna kehidupan fana
WILBUR MUDA DI MIQOT
dengan runduk tawaduk Wilbur Muda sujud rata bumi Allah
berpasrah diri bersama jamaah Serambi Mekah Nusantara
juga ibu terkasihnya berdiri dalam barisan shaf peremuan
bersama melangkah menuju kabah melengkapi rukun Islam
sepanjang jalan pasir jutaan kafilah merayap medengungkan asmaNya
lautan pasir berjejak kaki kuda, unta, dan manusia
dicatat malaikat dari langit dengan puja puji ilahiah
alam semesta memayungi penziarah dengan segumpal awan
sekelompok demi sekelompok sambil diselingi cerita pengalaman
juga melihat yang menajubkan yang tak termaknai
berbaring di tenda sepanjang malam seusai makan malam
ada juga yang terus berjalan dan sesegera mungkin menemui baitullah
Wilbur Muda ngungun memnyaksikan keajaiban laksaan manusia
semua berihram putih bersih berkemik doa suci
bergerak rapi pasti menuju titik yang sama
menyerahkan diri tanpa menghitung untung rugi
MIQOT
lepaskan pakaian dunia yang berjahit
selesaikan kebersihan diri dengan mandi
sampirkan lembaran wujud kain kafan sebagai ihram
tegakan sholat dua rakaat dengan niat berangkat
lengkapi dengan rasa tunduk menjauhi larangan yang membatalkan haji
di titik ini bermula menuju kepastian yang hakiki kita yakini
WILBUR MUDA MENATAP KABAH
dari pintu timur setelah berdesakan dengan jemaah seribu negara Wilbur Muda tiba di pelataran masjid
pintu masjd yang terbuka tetap menyembunyikan batu hitam kabah di ceruknya
leher Wilbur Muda yang berusaha dijulurkan tetap gagal mencari sosok batu hitam itu
pada tangga turunan ke tiga pandangan Wilbur Muda terhalang semutan manusia
yang berjalan beriring melingkar searah sambil melantunan kalimat toyyibah
Wilbur Muda seperti tersedot putaran angin puting beliung
mata Wilbur Muda basah merabun menatap batu kotak hitam berselimutan kain hitam
ribuan orang dengan rata-rata berkain ihram putih-putih dengan tekun memutari bangunan kotak hitam
sukma Wilbur Muda terasa terjerembah dalam tangga akhir pelataran marmer
dengan menyeru kebesaran asma Allah bersama rombongan jemaah Serambi Mekah Nusantara
Wilbur Muda mulai melangkah menjalankan tawaf selamat datang
WILBUR MUDA DI KOTA MEKAH
kota Mekah sepertinya tidak tidur dengan guyuran lelampuan di jalanan
toko-toko yang tidak menutup pintunya selama waktu haji
bahkan tetap melompong ketika pemilik menunaikan sholat fardu lima kali sehari
pedagang kaki lima yang dengan sigap menggelar dagangan dan menggulungnya
manakala laskar keamanan melintas mengawasi kondisi keamanan wilayah menertibkan keriuhan
rumah makan menawarkan beragam makanan baik lokal maupun manca negara
tak heran wisata kuliner para penziarah haji dapat terpenuhi seleranya selama 24 jam
ratusan bahkan ribuan manusia cacat kumuh yang tentunya bukan bangsa Arab
di jalanan memamerkan kedekilan dan kefakiran untuk menerima sekedar real yang lusuh sekalipun
bagai burung-burung merpati yang berkerumun ditebar biji-bijian kemudian melesat terbang takut tergilas kaki jamaah
Wilbur Muda berjalan menyusur jalanan yang sibuk dari masjid hingga rumah penginapan
sesekali melonggok pedagang kaki lima yang menawarkan sorban, tasbih, kudung maupun sajadah
sesekali menatap jendela restoran yang menyiapkan segala macam rasa
Wilbur Muda juga tak lupa menyisihkan realnya bagi yang menadahkan tangan cacatnya di jalanan
sering bercakap-cakap dengan para penziarah dari negara manca dengan bahasa tarzan
Wilbur Muda tenggelam dalam keriuhan kota Mekah yang bertaburan cahaya
menunggu saat hari Arofah dan melempar jumrah di Mina
Wilbur Muda makin terhisap dalam kekhusukan perjalanan spiritual rohani hajinya
WILBUR MUDA MENATAP HUJAN DI TANAH HARAM MEKAH
cuaca memang mewartakan akan hadirnya hujan lebat mengguyur tanah haram
satu-satu tetesan air melesap pada tanah berpasir yang makin lama makin jenuh
mulailah air menggenang mengalir ke wilayah landai ditandai dengan warna kelam
hujan jatuh dengan lebat setelah matahari membakar menjadikan kesejukan bagi para penziarah
dari jendela kamar penginapan Wilbur Muda mencoba menghitung jumlah titik hujan yang menempel di kaca
seperti tangisan gadis dan ibundanya saat menatap kepergian suami menunaikan ibadah haji
hujan masih bernyanyi dengan nada arabik yang langgam
orang-orang menatap ngungun tak menyangka di padang pasir ada hujan
bahkan mereka yang berihram mengelilingi kabah bertawaf makin bersemangat
juga saat rakaat terakhir sholat magrib terguyur hujan hingga pias kening tertempel lantai marmer
pelataran masjid maupun di sekeliling batu hitam yang megah
hujan terus menyajikan simponi yang jarang ditemui para penziarah
seperti puji-pujian suci atas kekuasaan sang khalik yang disyukuri tanpa henti
tak ada bibir yang terkunci mengucap makna kata: subhanallah
DI AROFAH WILBUR MUDA TAFAKUR
aku sudah tidak muda lagi sebetulnya walau masih bergelar Wilbur Muda
kepala empat sudah kumasuki tanpa gangguan pada organ tubuh
ibuku selalu memberiku makanan yang jauh dari tambahan rasa instant
ibuku walau menjelang delapan puluh masih belum memerlukan tongkat
dengan kemikan doanya diselesaikan semua ibadah umrah lebih dari satu kali
subuh belum tumbuh kami berdua anak dan ibu berserta kenalan baru menuju masjid terluar tanah haram
dengan membayar uang sewa lima real kami diantar pulang balik kembal ke Masjidil Haram
putaran demi putaran tawaf serta lari-lari kecil sai mengingatkan pada Nabi Ismail yang menunggu air
air itu jadi sumur zam-zam yang sekarang melimpah ruah untuk jemaah
tepat tengah hari kami menuju kemah di padang Arofah untuk bermalam semalam bersembah pada yang maha kuasa
mengingat segala yang terlewat dan mengharap yang terbaik yang menjelang
kami dibangunkan tengah malam untuk bersama sholat hajat dan tasbih
kami mendirikan shaf-shaf yang rapi dengan mulut penuh kemikan pujian suci
hingga fajar datang kami tetap berdzikir memohon ampunan dan petujuk yang meyakinkan
tengah hari kami mendengarkan khotbah pemimpin rombongan dengan bahasa masing-masing bangsa
sambil terus mengumandangkan asma Allah yang maha perkasa
menjelang senja saat sholat magrib tiba kami segera bersiaga menuju Musdalifah untuk mabit menunggu masa
kami kumpulkan butiran batu kerikil persiapan melempar setan-setan di tugu Mina yang menggoda manusia
kami senantiasa berdoa tanpa henti walau menanti saat berjalan kembali menuju Mina
kemah-kemah sunyi di Arofah segera berganti kemah hangat di Mina
makanan dan minuman berlimpah ruah berserta buah-buahan
kami berganti segera dengan baju biasa dan memotong rambut
ada yang tandas hingga gundul ada yang sementara cukup dua tiga helai tergunting
Arofah yang sunyi akan ramai kembali setahun lagi
tapi jejak hajiku tinggal menunggu putaran tawaf ifadah di Mekah Al Mukaromah
MABIT WILBUR MUDA DI MUSDALIFAH
rombongan demi rombongan menyemut di jalanan menuju Musdalifah sambil mengendong kesan Arofah
Jabal Rahmah melambaikan kata perpisahan dengan kesedian menerima di tahun depan atau kapan saja saat umrah
senja sudah lama tenggelam di padang pasir yang gulita ditanduk lelampuan merkuri yang gagah
ratusan pasang kaki merayapi kedinginan malam menuju tempat singgah
dikumpulkan bebatuan mungil segenggaman untuk bekal melempar jumrah
Wilbur Muda menenteng buntalan mengandeng ibu tercinta menembus malam padang pasir
angin sejuk mendesir membulatkan tekad penziarah menuju tempat yang ditakdir
dengan mantap setelah seharian khusuk berdzikir
merayapi nasib yang tak lagi kikir
bulan hampir separo semangka mengarah ke ufuk
mendoakan bagi yang senantiasa berdzikir khusuk
udara yang dingin kering tak lagi menjadikan pejalan mengantuk
seusai tengah malam bulan tergelincir ke barat meninggal jejak samar
barisan demi barisan dengan semangat melangkahkan kaki dengan mata nanar
Arofah telah menjanjikan bagi mereka semua haji yang sempurna
MELEMPAR JUMRAH SESAMPAINYA WILBUR MUDA DI MINA
dengan dua lembar kain yang melilit badan ribuan bahkan jutaan pasang kaki merayapi punggung bukit Moasem
Wilbur Muda mengandeng ibu tercintanya menuju tugu pelemparan dengan segenggam batu kerikil
tujuh butir terlempar pada setiap tugu yang berjumlah tiga menjulang menandai lokasi setan yang menggoda
tiga hari tiga malam ditenda Mina istirah munajat pada yang maha perkasa sebelum melanjutkan tawaf ifadah
Wilbur Muda memandang riungan perbukitan di cekungan kota Mina yang sibuk bertenda-tenda
pada hari biasa akan senyap tanpa jejak kecuali kendaraan yang melintas sesaat pada aspal jalanan
dalam rombongan demi rombongan berdesak-desak di bibir batas pelemparan kadang terjadi bencana
terlempar batu kerikil yang sungsang balik ataupun terbentur siku pelempar belakang pada kepala peziarah lain
terdorong sampai menjauhi bibir pelemparan dan lepas bebas dalam barisan yang menggelombang kembali ke tenda
beragam bahasa beragam kulit berwarna dililit kain kafan meneriakkan kebesaran asma Allah saat melempar
lepas tiga hari sebagaimana padang Arofah kota Mina kembali mereguk sunyi
WILBUR MUDA KEMBALI KE MEKAH
tiga hari sudah memenuhi rukun haji melempar jumrah di Mina bersama rombongan Serambi Mekah Nusantara
Wilbur Muda menuju Mekah untuk menuntaskan ibadahnya dalam tawaf ifadah
diputari batu hitam kabah tujuh kali dan lari-lari kecil tujuh putaran antara bukit Shafa dan Marwah
memotong rambut ataupun mencukur gundul seusainya
selepas itu kembali menuju penginapan untuk bebenah menuju Madinah
semua barang oleh-oleh dibungkus rapi bagai paket pos yang berisi sajadah, tasbih dan kopiah
buah tangan bagi tetangga, handai taulan dan sanak saudara di Nusantara
dalam percakapan sehari-hari Wilbur Muda dan ibunya selalu mengingat semuanya
rumah, gudang, barang kelontong dan saudara sebapak yang ditemui dalam percarian jejak bapak
tongkat kepala naga bertatah intan berlian dan bersepuh emas pertanda warisan yang perlu diturunkan
ada saudara sebapak di tanah Minang, di wilayah Sriwijaya juga di pelabuhan ujung Swarnadwipa
belum lagi sepanjang pantai Jawadwipa yang subur makmur dengan keriuhan penduduk berbagai suku
dalam perjalanan menuju timur sebelum berangkat haji Wilbur Muda telah menjumpai kuburan tanpa nama
kuburan yang dirawat penduduk bersorban dan senantiasa tekun beribadah di masjid bersama
barang warisan yang tersimpan rapi telah disaerahkan dan dibawa ke Serambi Mekah untuk diserahkan
pada ahli waris Wilbur Tua yang mungkin menyusuri jejak sampai di Serambi Mekah
pesan itu serasa pesan yang terkunci di hati ibunda Wilbur Muda
isyarat itu begitu tegas kalau dia akan pulang sendirian meninggalkan anak semata wayang berbaring abadi di makam umum tanah suci
rombongan-demi rombongan haji telah melakukan tawaf wada dan beriringan menuju Madinah melaksanakan ibadah arbain sholat fardhu 40 kali tanpa putus
WIBUR MUDA MENUJU MEDINAH
genap sudah duapuluhlima hari di kota Mekah Al Mukaromah Wilbur Muda bersama rombongan menuju Medinah
beriringan membawa buntelan dan bungkusan belanjaan buah tangan untuk saudara dan handai taulan
menyusuri lautan padang pasir dengan sesekali singgah di perkampungan Arab maupun Badui
membeli beberapa jenis buah tangan dan penganan asli wilayah padang pasir
perjalanan kadang diselingi singgah di tempat bersejarah baik saat nabi menerima wahyu maupun saat berperang
ada beberapa tempat berbaringnya para syuhada pembela Islam pada zamannya melawan tentera Quraisy
perjalanan rombongan mendekati kota suci kedua disambut dengan angin musim dingin
dalam gigil yang menggoyang geligi tak putus-putusnya nama Allah dilantunkan dengan semangat tawaduk
kota Medinah bercahaya tampak dari jarak puluhan kilo siap menerima tamu menyelesaikan ibadah arbain
Wilbur Muda memandang ngungun kota yang indah dan semarak menjelang malam
tepat usai sholat isya semua rombongan sampai di tempat menginap
setelah makan malam dan menyelsaikan pembagian kamar mereka bersama-sama menuju Masjid Nabawi
berkeliling di sekitar masjid dan melihat para penjaja kurma dan segala macam barang perlengkapan sholat
Wilbur Muda merasa persinggahan terakhir ini tempat yang akan menuliskan jejak riwayatnya
PERCAKAPAN WILBUR MUDA DAN IBUNDA
- malam ini telah kita tuntaskan ibadah arbain kita. pemimpin rombongan telah mengisyaratkan kita segera bebenah meringkaskan buntelan dan oleh-oleh kita untuk sanak saudara dan handai tolaneandainya
- kata pemimpin rombongan kita berangkat seusai senja menuju pelabuhan Jeddah
- Ibu, bagaimana kalau bawaan kita berdua dijadikan satu agar mudah membawanya? kita tinggalkan bawaan yang tidak diperlukan bagi kita bagikan pada petugas penginapan yang telah membantu merapikan tempat tidur kita
- bagus. apa masih perlu membeli korma muda?
- seandainya masih ada tempat boleh disisipkan sedikit. kita sudah menggenapkan 40 sholat fardu tinggal menuju raudah memohon agar lima tahun ke depan diperkenankan berziarah kembali ke makam nabi
malam semakin menunjukkan dinginnya kedua anak dan ibu masih bercakap sambil berbaring
dikejauhan terdengar derit pintu masjid Nabawi ditutuo
dengkur lirih para penziarah menambah rasa kantuk keduanya
kedua anak dan ibu menaikkan selimut sebatas dada
di luar dingin semakin menggila dengan deru angin yang mengucapkan perpisahan
ibunda Wilbur Muda mencoba menenggok posisi anak semata wayangnya yang sudah pulas
ada suara dengkur yang tercekat di ujung tenggorokan
Ibunda Wilbur Muda tersenyum dalam tidurnya
Wilbur Muda tidur abadi
jam lima pagi waktiu setempat muazin masjid Nabawi memanggil untuk menunaikan sholat subuh
ibunda Wilbur Muda bangkit bersiap ke kamar mandi bersiap sholat
ditatapnya anak semata wayang dalam tidur yang pasti
tak diduganya kalau itu perjalanan abadi
tak disangkanya kalau anak semata wayangnya terus berbaring
penginapan gempar saat ibunda Wilbur Muda menjerit dan pingsan menatap jenazah anaknya di dipan
petugas segera mengevakuasi jenazah setelah dibungkus kain ihram di bawa ke rumah sakit terdekat
Wilbur Muda tertinggal di kamar mayat siap di sholatkan di masjid waktu lohor
ketika senja tiba pemimpin rombongan mengandeng ibunda Wilbur Muda
mengabarkan jenazah almarhum telah selesai dirawat petugas dikuburkan di tempat para syuhada di makam Baqi
dibantu dengan beberapa penziarah menenteng bungkusan ibunda Wilbur Muda meninggalkan Medinah
dariMu kembali kepadaMu
merek dagang yang tak terucap karena ada di setiap titik niaga
KEPULANGAN
ibunda Wilbur Muda terpekur di anjungan kapal yang mulai bergerak setelah sauh diangkat
ada yang dapat tak dapat direlakan untuk ditinggalkan dari bagian sejarah hidupnya
bagian dari hatinya terkubur di makam Baqi di Madinah
bagian dari sisa-sisa kasih sayang masa lalunya
ibunda Wilbur Muda menunduk melafalkan ayat-ayat suci bagi permata hatinya
kapal menyusuri pantai laut Merah menuju Nusantara
para penziarah kelu tak terucap kata untuk menghibur sang bunda
merasa belum tentu setabah dan serela dia
pemimpin rombongan penziarah dengan sabar menunggu saat yang tepat
agar dapat menjerat hati yang terlarat karena kehilangan yang tak terperikan
tapi apakah sebenarnya mati, meninggal, wafat, gugur dan tiada di dunia ini?
mereka yang hilang, pulang, berpulang dan kembali pada yang hakiki adalah tujuan pasti abadi
kepulangan mana lagi yang tertandingkan kecuali kembali ke pencipta yang maha perkasa?
kepulangan itu tidak lagi maya walau tak teraba di dunia fana.
WILBUR MUDA YANG LAIN MENCARI JEJAK PENJAJA KELONTONG
pada hitungan bulan purnama ke sepuluh ada lagi pencari penjaja kelontong
lelaki ini lebih muda dari lelaki yang memburu gudang kelontong dulu
logat bahasanya juga agak berbeda
cara berpakaiannya tak ada mirip-miripnya
hanya bagi yang waspada akan menandai raut muka yang sekeluarga
di setiap pusat kota di masuki pasar besar
bertanya tentang gudang besar barang kelontong
tetapi selalu tidak ditemui wanita dengan anak lelaki semata wayang
yang ditemui selalu wanita lain yang seusia dirinya
di setiap jawaban selalu menggeleng tanda tidak tahu
kecuali arah tempat ibadah yang menyimpan jazad lelaki tua
meninggal di kamar penginapan tanpa sanak tanpa kadang tanpa kartu nama
tetapi penduduk mengenalinya sebagai penjaja barang kelontong
WILBUR MUDA YANG LAIN MENCARI JEJAK PENJAJA KELONTONG
pada hitungan bulan purnama ke sepuluh ada lagi pencari penjaja kelontong
lelaki ini lebih muda dari lelaki yang memburu gudang kelontong dulu
logat bahasanya juga agak berbeda
cara berpakaiannya tak ada mirip-miripnya
hanya bagi yang waspada akan menandai raut muka yang sekeluarga
di setiap pusat kota di masuki pasar besar
bertanya tentang gudang besar barang kelontong
tetapi selalu tidak ditemui wanita dengan anak lelaki semata wayang
yang ditemui selalu wanita lain yang seusia dirinya
di setiap jawaban selalu menggeleng tanda tidak tahu
kecuali arah tempat ibadah yang menyimpan jazad lelaki tua
meninggal di kamar penginapan tanpa sanak tanpa kadang tanpa kartu nama
tetapi penduduk mengenalinya sebagai penjaja barang kelontong
WILBUR MUDA YANG LAIN KETEMU LELAKI BERSORBAN
setelah mendapat warisan tongkat kepala naga bertatahkan intan berlian bersepuh emas sang bapak pedagang kelontong
Wilbur Muda dari tanah Minang segara melacak ke timur hingga ujung pulau Jawadwipa
dijumpai setiap pemilik gudang di pelabuhan yang ramai tapi tinggal jejak satu atau dua anak perempuan yang mengaku cucu dari pedagang kelontong Wilbur
maka tak heran nama Wilbur tak tersemat di depan nama-nama perempuan itu
setiap persinggahan pada rumah ibadah dengan kelomok orang bersiorban selalu saja cerita pedagang kelontong itu senantiasa ngungun di tangga menuju serambi rumah ibadah
para jam yang bersorban saling melengkapi cerita yang didapatnya turun-temurun dari nenek dan kakek mereka
kuburan tanpa nam sebagai persinggahan terakhir pelacakan silsilah nenek moyang pedagang kelontong bernama Wilbur
senatiasa pergudangan itu tinggal menyisakan dua atu satu cucun perempuan yang tidak banyak dapat bercerita atau menjawab pertanyaan yang ingin diketahui
seusai perjalanan ke timur Wilbur Muda dari tanah Minang akan segera menggenapkan rukun Islam yang ke lima menuju tanah suci untuk berhaji
BIODATA

lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1951
pengajar Intercultural Communication di FKIP - Universitas Ibn Khaldun Bogor
pengajar Intercultural Communication di FKIP - Universitas Ibn Khaldun Bogor
Subscribe to:
Posts (Atom)