GELANGGANG
wahai engkau anak tepi jalan
jika sudah menyangkut urusan perut
tak usah menatap heran seperti itu
mata-mata sudah menjadi buta
nurani ada pada lembaran uang
dan Tuhan, entah di kemanakan
ribuan anak digiring ke sekolah
dicekoki sejarah manusia purba
sedangkan dirimu menggiring hari
menatap kepurbaan manusia
meski penghuni istana berpesta atas dirimu
gunung-gunung itu masih menjulang tinggi
pundak keringmu mampu mengusung mimpi
ini hanya masalah pertarungan dan pertaruhan
antara menjual dan terjual dalam perdagangan
tak usah heran
bentang jalan masih sangat panjang
percayalah,
pada akhirnya kau yang akan menang
CILEGON-BANTEN
27-11-2011HUJAN
seorang wanita renta memutar-putar tasbih, penuh takjub hati tengadah penuh pada Tuhannya, di ruang yang lain seorang cucu memanggil neneknya, ketakutan, hujan menutup jendela, petir menyambar suara-suara.
HUJAN II ... ... ...
"kenapa hujan enggan menyentuhku?" tanyaku pada sepi
lantas dari seberang hujan kulihat gelap berlari cepat ke arahku
KELAK
kelak kau juga akan tahu, seperti apa rupa hatiku
ketika kau begitu semangat menggali kuburmu sendiri
KELAK II
di saat kau melintasi kota dan seluruh penghuni meludahimu
kau akan mengingatku
25/11/11/CILEGON
PERWAJAHAN NEGERI
tuan, telah tersuguh sesajen hati, ampela juga jantung
kemarilah, bawa darah segar juga airmata paling amis
silahkan naik podium, telah disiapkan kata-kata indah takkan ada yang berani memotong kalimatmu
majlis ini sudah seperti pemakaman
jangan lupa kata ganti "kami"
karena aku dan mereka ada di belakangmu
kau seret di jalan-jalan, memutari pemukiman
dan kardus tempat kami mendengkur
berpilarkan bendera-benderamu
wajah warna-warni menghiasi dinding kami
merah, sumpah serapah penuh luka
kuning, kemuning sawah kami
menjadi penyumbang istanamu
segenggam pun tak kau beri
kemarau di lambung perih!
biru, langit kami tuan
diselimuti awan hitam
dan putih?
kami nyaris buta warna!
majlis ini telah menjadi pemakaman suara
tempat menyajikan diri tanpa harga
silahkan dimulai, bacalah kalimatkalimat Tuhan
meski beraroma dusta, kita amini bersama
Serang - Banten
Komunitas Kalam Fatahillah
26-11-2011
wahai engkau anak tepi jalan
jika sudah menyangkut urusan perut
tak usah menatap heran seperti itu
mata-mata sudah menjadi buta
nurani ada pada lembaran uang
dan Tuhan, entah di kemanakan
ribuan anak digiring ke sekolah
dicekoki sejarah manusia purba
sedangkan dirimu menggiring hari
menatap kepurbaan manusia
meski penghuni istana berpesta atas dirimu
gunung-gunung itu masih menjulang tinggi
pundak keringmu mampu mengusung mimpi
ini hanya masalah pertarungan dan pertaruhan
antara menjual dan terjual dalam perdagangan
tak usah heran
bentang jalan masih sangat panjang
percayalah,
pada akhirnya kau yang akan menang
CILEGON-BANTEN
27-11-2011
No comments:
Post a Comment