Thursday, November 24, 2011

Muhammad Rois Rinaldi

SAJAK PENANTIAN

pantai ini kawan, masih menyimpan keindahan
kita bisa berbicara tentang bulan purnama
tentang potongan bintang di jemari
atau tentang kunang-kunang
yang asyik menari-nari

tentang apa saja yang indah
sebelum pantai ini ditinggalkan

tapi mata terlanjur berprasangka
bertahun-tahun menyantap empedu
tanpa poros memutari labirin waktu
setiap pagi kita mandi bersama
dengan darah dan airmata

sebab terlalu lama menimang dusta
jauh memandang, menanti nahkoda pulang
di antara gulung ombak, harapan timbul tenggelam

CILEGON-BANTEN
19-11-2011
 
SEBATAS KATA

sudah pukul tiga tepat dini hari,
angin berbisik padaku
“mereka bohong, sama seperti biasanya”
kupejamkan mata, bulu roma tegak berdiri
tengadah ke langit-langit perih

kuhisap rokok, kepulnya mengumpul dalam paru-paru
nampak wajah bangsa yang sedang kita bicarakan
berada di antara kepulan, hitam dan berlubang

perlahan suara-suara menjinjit langkah melarikan diri
sepi…
kubuka mata, tak ada siapa-siapa
hanya kibar lelah bendera di ujung tiang

di teras pendopo nampak kata-kata berserakan
tak satu pun dapat terbaca maknanya

CILEGON-BANTEN
19-11-2011
 
PERCUMBUAN KAPAL II

aku takkan percaya pada julur lidahmu yang membasahi bibirku
kendi itu telah menjadi misteri cinta di antara jejak pelarian
tahta yang kupertaruhkan dan kau letakkan di atas layar
sudah buta arah, sebab saksi kini telah tersembunyi

semenjak laut kehilangan ombak, birahi terkikis gerimis
muaramu tak sanggup kutebak, terkalang kabut di pelipis
hingga purna asa dalam penantian, gerimis kian menderas
hujan garam meliangi luka-luka, mengerang hampa tangis

kini kau mengalihkan angin ke arahku, membawa kapal
mengibarkan layar, penghianatanmu kekal dalam ingatan
dari jauh kau melambaikan tangan melempar senyuman

sebelum fajar datang dalam sebuah pertemuan
aku tengah merenangi kisah cinta bersama desah ombak
diam-diam di samudera yang tak pernah kau singgahi

CILEGON-BANTEN
19-11-2011
 
DAGELAN MAHASISWA

ayo kawan, nyalakan api perlawanan!
sebelum negeri menjadi tempat cuci kaki
tempat membuang kotoran para pencuri
najis! dada negeri sesak penuh janji

di sini, hanya ada pembohong
kita adalah saksi yang belum buta
mulut-mulut nganga di jalan utama
berhenti duduk manis membedah pustaka
menumpuk tanya lantas membuangnya
sebelum dibawa lari pemborong

almamater telah menjadi bendera
suara-suara dikumpulkan, menjadi slogan
dan kita terpendam di kampus-kampus
dalam kungkung buku-buku dan silabus

nyalakan api perlawanan!
orang-orang mulai bosan
pada warna almamater
pada suara kemajuan

:karena semua seperti dagelan
memuakkan!

CILEGON-BANTEN
11-2011
 
SEBELUM AKU TULI

aku masih bernyanyi,tarian belum terhenti
saksikanlah, aku menggelinjang sendiri
maka tertawalah, hingga aku tuli
tak lagi peduli pada caci maki

CILEGON-BANTEN
16-11-2011
 
BIANGLALA SEUSAI HUJAN

ibu
kutahu engkau ingin mengajukan pertanyaan
tentang kepak sayap yang membawaku terbang
tentang julang langit yang selalu aku impikan
tentang awan hitam yang kerap mengantarku pulang

kutahu, setiap malam engkau merayu Tuhan
tengadah di atas sajadah yang membasah
agar tangan-Nya segera menarikku dalam dekapan
seperti kala kecil, aku memainkan putingmu penuh cinta

ibu,
inilah masa yang tiada suka
detik-detik yang terajut seperti cuka
di antara manusia aku serupa primata
tak berani bersua meski hati berbicara

bila kau merindu,
pandangilah bianglala seusai hujan
ada airmataku yang mengaliri rumah kita
membasuh kakimu lalu bermuara di dadaku

ibu
kutahu engkau ingin mengajukan pertanyaan
dan senyum awan hitam adalah jawaban

malam semakin larut, tidurlah dengan tenang
mungkin esok aku takkan pulang, masih terbang

CILEGON-BANTEN
16-11-2011
 
DEMI MASA

demi masa Engkau bersumpah
kerugian adalah nyata di depan mata
tiada lumbung padi atau sekotak emas
yang melambungkan derajat azali
segalanya fana, dari tiada kembali tiada

demi masa engkau bersumpah
sombong bukan selendang manusia
meski meninggikan suara ketika fajar
akan gemetar dan patah
ketika senja menampakkan wujudnya

tundukku mengetuk pintu
bila masa yang dijanjikan datang
ruh dan raga ini akan meregang
tinggalah bangkai terbujur kaku

demi masa Engkau bersumpah
demi nama-Mu aku bersaksi

CILEGON-BANTEN
13 NOVEMBER 2011
 
SUARA DI TEPI JALAN

aku membatu di tepi jalan
terdengar irisan tangis membasah
merayapi aspal mendekat ke arahku
aku tertangkap, nyaris terbenam
ia berbisik padaku :
"inilah kenyataan yang tersembunyi"

tiba-tiba aku berada di dasar laut
tak ada ikan, terumbu karang meregang
tak kutemukan asin, tawar di hambar rasa
nafasku kian sesak, meluncur ke arah cahaya

tapi laut yang kucumbu dan busa putih
telah berhasil menculikku, entah kapan
:mungkin ketika aku tertidur

wajah-wajah silih bertandang
menyampaikan salam perpisahan
kupilin napas, hingga lilitan ke sekian
aku kembali di tepian jalan, lengang
hanya ada bisikan lirih di telinga

CILEGON 13-11-2011
 
SKETSA TELAGA

rupamu hilang dalam telaga
larung sudah segala asa
duduk di tepian masa
menunggu saatnya binasa

bening telaga terhenti di kaki gunung
bebatuan hitam semburat di mataku
hati dan dua burung di atas kepala
menjadi saksi penantian

kusenandungkan lagu cinta
dipetik nada kematian

bersama ranting yang patah
aku terjatuh ke pelukan tanah

CILEGON-BANTEN
12-11-2011
 

No comments:

Post a Comment